Pages

Jumat, 11 November 2011

Tugas Softskill Pertemuan ke 2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi dan industri membawa dampak bagi kehidupan manusia terutama dunia usaha pada saat ini. Di samping itu banyaknya usaha yang bermunculan baik perusahaan kecil maupun besar berdampak pada persaingan yang ketat antar perusahaan baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Oleh karena itu pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan dalam menghadapi persaingan, pengembangan usaha dan untuk mendapatkan laba, sehingga perusahaan dapat mengembangkan produknya, menetapkan harga, mengadakan promosi dan mendistribusikan barang dengan efektif.
Pada umumnya perusahaan mengalami kesulitan dalam memonitor, memahami dan menganalisis perilaku konsumen secara tepat dan benar, mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dan adanya perbedaan perilaku untuk masing-masing individu. Dengan demikian perusahaan dituntut untuk dapat memantau perubahan¬perubahan perilaku konsumennya, termasuk perilaku konsumen untuk mendapatkan atau memilih produk.
Produk mie instan sebagaimana diketahui adalah salah satu produk makanan cepat saji yang semakin lama semakin banyak digemari masyarakat karena kemudahan dalam hal penyajiannya. Demikian juga bagi kalangan mahasiswa yang sebagian besar berdomisili jauh dari orang tua, produk ini merupakan makanan cepat saji yang biasa dikonsumsi karena harganya yang terjangkau, mudah didapatkan dan sifatnya yang tahan lama. Dengan semakin banyaknya mie instan yang ada di pasaran berarti memberikan keleluasaan bagi konsumen untuk memilih merk yang sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu perlu bagi perusahaan untuk menganalisis perilaku konsumen mie instan untuk mengetahui pola pembeliannya. Dengan banyaknya merk mie instan yang ada di pasaran akan mendorong perusahaan bersaing mendapatkan calon konsumen melalui berbagai strategi yang tepat, misalnya mengubah kemasan, warna, aroma, promosi dan harga. Lebih jauh lagi produsen dalam mendistribusikan produknya ke pasar konsumen berusaha agar produknya dapat diterima sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen.
Keanekaragaman konsumen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari diri konsumen maupun luar konsumen. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen diantaranya adalah faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis.Dari uraian tersebut di atas maka judul penelitian ini adalah: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen Dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Mie Instan Merek Sedaap (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unmer Malang).

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis terhadap keputusan mahasiswa untuk membeli produk mie instan merek sedaap?
2. Dari faktor Budaya, sosial, pribadi, dan psikologis diatas, faktor mana yang berpengaruh dominan terhadap keputusan untuk membeli produk mie instan merek sedaap?

1.3 Landasan Teori
Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam masalah, maka perlu dikemukakan suatu landasan teori yang bersifat ilmiah. Dalam landasan teori ini dikemukakan teori yang ada hubungannya dengan materi-materi yang digunakan dalam pemecahan masalah yaitu teori-teori tentang perilaku konsumen dan keputusan pembelian


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemasaran
Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002:7) memberikan definisi pemasaran adalah:
“ Suatu proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, pewarnaan, dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai dengan orang atau kelompok lain.”
Sedangkan Assauri (1999:4) mendefinisikan pemasaran: “Sebagai usaha menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu serta harga yang tepat dengan promosi dan komunikasi yang tepat.”
Dari definisi di atas menunjukkan bahwa pemasaran merupakan serangkaian prinsip untuk memilih pasar sasaran (target market), mengevaluasi kebutuhan konsumen, mengembangkan barang dan jasa, pemuas keinginan, memberikan nilai kepada konsumen dan laba bagi perusahaan.


2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen, sebab dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan, pendapat, sikap dan selera yang berbeda.
Menurut Kotler (2001:144), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi, psikologis. Sebagian faktor¬faktor tersebut tidak diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor perilaku konsumen tersebut mempengaruhi pembelian konsumen.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Faktor kebudayaan
Kebudayaan merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar untuk mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari lembaga-lembaga penting lainnya. Faktor kebudayaan memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada tingkah laku konsumen. Pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan oleh :
1)Budaya
Budaya adalah kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan tingkah laku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Menurut Kotler dan Amstrong (1997:144) termasuk dalam budaya ini adalah pergeseran budaya serta nilai nilai dalam keluarga.
2)Sub budaya
Sub budaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai terpisah berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang umum. Sub budaya termasuk nasionalitas, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis.
3)Kelas social
Kelas sosial adalah divisi masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan para anggotanya menganut nilai¬nilai, minat dan tingkah laku yang serupa.

b. Faktor sosial
Kelas sosial merupakan Pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Kelas sosial ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain. Dalam beberapa sistem sosial, anggota dari kelas yang berbeda memelihara peran tertentu dan tidak dapat mengubah posisi sosial mereka.
Tingkah laku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, yaitu:
1)Kelompok
Kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama. Beberapa merupakan kelompok primer yang mempunyai interaksi reguler tapi informal-seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan sekerja. Beberapa merupakan kelompok sekunder, yang mempunyai interaksi lebih formal dan kurang reguler. Ini mencakup organisasi seperti kelompok keagamaan, asosiasi profesional dan serikat pekerja.
2)Keluarga
Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan telah diteliti secara mendalam, pemasar tertarik dalam peran dan pengaruh suami, istri dan anak-anak pada pembelian berbagai produk dan jasa.
3)Peran dan status
Peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan dilakukan seseorang menurut orang-orang yang ada disekitarnya. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Orang seringkali memilih produk yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat.

c. Faktor pribadi
Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan. Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu:
1)Umur dan tahap daur hidup
Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi sering kali berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya. Pemasar seringkali menentukan sasaran pasar dalam bentuk tahap daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana pemasaran untuk setiap tahap.
2)Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan bahkan dapat melakukan spesialisasi dalam memasarkan produk menurut kelompok pekerjaan tertentu.
3)Situasi ekonomi
Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat minat. Bila indikator ekonomi menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambi l langkah¬langkah untuk merancang ulang, memposisikan kembali dan mengubah harga produknya.
4)Gaya hidup
Pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam aktivitas (pekerjaan, hobi, berbelanja, olahraga, kegiatan sosial), minat (makanan, mode, keluarga, rekreasi) dan opini yang lebih dari sekedar kelas sosial dan kepribadian seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang secara keseluruhan di dunia.
5)Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian setiap orang jelas mempengaruhi tingkah laku membelinya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan dirinya sendiri. Kepribadian biasanya diuraikan dalam arti sifat-sifat seperti rasa percaya diri, dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan keagresifan. Kepribadian dapat bermanfaat untuk menganalisis tingkah laku konsumen untuk pemilihan produk atau merek tertentu.

d. Faktor psikologis
Faktor psikologis sebagai bagian dari pengaruh lingkungan dimana ia tinggal dan hidup pada waktu sekarang tanpa mengabaikan pengaruh dimasa lampau atau antisipasinya pada waktu yang akan datang. Pilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh faktor psikologi yang penting:
1)Motivasi
Kebutuhan yang cukup untuk mengarahkan seseorang mencari cara untuk memuaskan kebutuhan. Dalam urutan kepentingan, jenjang kebutuhannya adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan pengaktualisasian diri. Mula-mula seseorang mencoba untuk memuaskan kebutuhan yang paling penting. Kalau sudah terpuaskan, kebutuhan itu tidak lagi menjadi motivator dan kemudian orang tersebut akan mencoba memuaskan kebutuhan paling penti ng berikutnya. Misalnya orang yang kelaparan (kebutuhan fisiologis) tidak akan tertarik dengan apa yang terjadi dalam dunia seni (kebutuhan mengaktualisasikan diri), tidak juga pada bagaimana orang lain memandang dirinya atau penghargaan orang lain (kebutuhan sosial atau penghargaan), bahkan tidak tertarik juga pada apakah mereka menghirup udara bersih (kebutuhan rasa aman).
Menurut Engel (2000:285): “Kebutuhan yang diaktifkan akhirnya menjadi diekspresikan dalam perilaku dan pembelian dan konsumsi dalam bentuk dua jenis manfaat yaitu : 1) manfaat utilitarian dan 2) Manfaat hedonik/pengalaman”.
Dalam motif pembelian produk menurut Engel (2000:285) adalah dengan mempertimbangkan dua manfaat yaitu:
“Manfaat utilitarian merupakan atribut produk fungsional yang obyektif. Manfaat hedonik, sebaliknya mencakup respon emosional, kesenangan panca indera, mimpi dan pertimbangan¬pertimbangan estetis”.
2)Persepsi
Persepsi adalah proses yang dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan dan mengintepretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia. Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang tersebut bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi. Orang dapat membentuk persepsi berbeda dari rangsangan yang sama karena 3 macam proses penerimaan indera, yaitu:
a)Perhatian selektif
Kecenderungan bagi manusia untuk menyaring sebagian besar informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa pemasar harus bekerja cukup keras untuk menarik perhatian konsumen.
b)Distorsi selektif
Menguraikan kecenderungan orang untuk meng¬intepretasikan informasi dengan cara yang akan mendukung apa yang telah mereka yakini.
c)Ingatan selektif
Orang cenderung lupa akan sebagian besar hal yang mereka pelajari. Mereka cenderung akan mempertahankan atau mengingat informasi yang mendukung sikap dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif.
3)Pengetahuan
Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari pengalaman. Pentingnya praktik dari teori pengetahuan bagi pemasar adalah mereka dapat membentuk permintaan akan suatu produk dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat, menggunakan petunjuk yang membangkitkan motivasi, dan memberikan peranan positif.

Menurut Kotler (2000:157) menyatakan:
“ Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari pengalaman. Ahli teori pembelajaran mengatakan bahwa kebanyakan tingkah laku manusia dipelajari. Pembelajaran berlangsung melalui saling pengaruh dorongan, rangsangan, petunjuk respon dan pembenaran.”
4)Keyakinan dan sikap
Melalui tindakan dan pembelajaran, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya ini, pada waktunya mempengaruhi tingkah laku membeli. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Keyakinan didasarkan pada pengetahuan yang sebenarnya, pendapat atau kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi atau mungkin tidak.
Pemasaran tertarik pada keyakinan bahwa orang yang merumuskan mengenai produk dan jasa spesifik, karena keyakinan ini menyusun citra produk dan merek yang mempengaruhi tingkah laku membeli yang mempengaruhi tingkah laku membeli. Bila ada sebagian keyakinan yang salah dan menghalangi pembelian, pemasar pasti ingin meluncurkan usaha untuk mengkoreksinya.
Sikap menguraikan evaluasi, perasaan dan kecenderungan dari seseorang terhadap suatu obyek atau ide yang relatif konsisten. Sikap menempatkan orang dalam suatu kerangka pemikiran mengenai menyukai atau tidak menyukai sesuatu mengenai mendekati atau menjauhinya.
Menurut Kotler (2000:157) :
“ Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Keyakinan ini mungkin didasarkan pada pengetahuan sebenarnya, pendapat atau kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi dan mungkin tidak.”

2.3 Peran Konsumen dalam Membeli
Menurut Engel et. Al (2000:31) Keputusan pembelian adalah proses merumuskan berbagai alternatif tindakan guna menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif tertentu untuk melakukan pembelian.
Pemasar perlu mengetahui siapa yang terlibat dalam keputusan membeli dan peran apa yang dimainkan oleh setiap orang untuk banyak produk, cukup mudah untuk mengenali siapa yang mengambil keputusan.
Menurut Engel et. Al (2000:33) beberapa peran dalam keputusan membeli:
a)Pemrakarsa orang yang pertama menyarankan atau mencetuskan gagasan membeli produk atau jasa tertentu.
b)Pemberi pengaruh: orang yang pandangan atau sarannya mempengaruhi keputusan membeli.
c)Pengambil keputusan : orang yang akhirnya membuat keputusan membeli atau sebagian dari itu, apakah akan membeli, apa yang dibeli, bagaimana membelinya atau di mana membeli.
d)Pembeli : orang yang benar-benar melakukan pembelian.
e)Pengguna : orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.
Mengetahui peserta utama proses pembelian dan peran yang mereka mainkan membantu pemasar untuk menyesuaikan program pemasaran.

2.4 Jenis-Jenis Tingkah Laku Keputusan Pembelian
Semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya semakin banyak pertimbangannya untuk membeli. Menurut (Kotler, 2000:160): adapun jenis-jenis tingkah laku membeli konsumen berdasarkan pada derajat keterlibatan dan tingkat perbedaan antara merek, yaitu:
a)tingkah laku membeli yang komplek
b)tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan
c)tingkah laku membeli yang mencari variasi
d)tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan

Penjelasan jenis-jenis tingkah laku tersebut adalah sebagai berikut:
a)Tingkah laku membeli yang kompleks
Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan tinggi konsumen dalam pembelian dan perbedaan besar yang dirasakan diantara merek. Pembeli ini akan melewati proses pembelajaran, pertama mengembangkan keyakinan mengenai produk, kemudian sikap, dan selanjutnya membuat pilihan membeli yang dipikirkan masak¬masak. Pemasar dari produk yang banyak melibatkan peserta harus memahami tingkah laku pengumpulan informasi dan evaluasi dari konsumen yang amat terlibat. Mereka perlu membantu pembeli belajar mengenai atribut kelas produk dan kepentingan relatif masing-masing, dan mengenai apa yang ditawarkan merk tertentu, mungkin dengan menguraikan panjang lebar keunggulan mereka lewat media cetak.
b.Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan
Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek. Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen amat terlibat dalam pembelian barang yang mahal, jarang dibeli dan beresiko tetapi melihat sedikit perbedaan diantara merek.
c.Tingkah laku membeli yang merupakan kebiasaan
Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan terjadi di bawah kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan perbedaan merek yang dirasakan besar. Konsumen tampaknya mempunyai keterlibatan yang rendah dengan kebanyakan produk yang mempunyai harga murah dan sering dibeli. Dalam hal ini, tingkah laku konsumen tidak diteruskan lewat urutan keyakinan – sikap – tingkah laku yang biasa. Konsumen tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai merek mana yang akan dibeli. Sebaliknya, mereka secara pasif menerima informasi ketika menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan pengenalan akan merek bukan keyakinan pada merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap suatu merek; mereka memilih merek karena sudah dikenal. Karena keterlibatan mereka dengan produk tidak tinggi, konsumen mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah membeli. Jadi, proses membeli melibatkan keyakinan merek yang terbentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti dengan tingkah laku membeli, yang mungkin diikuti atau tidak dengan evaluasi.
Karena pembeli tidak memberikan komitmen yang kuat pada suatu merek, pemasar produk yang kurang terlibat pada beberapa perbedaan merek seringkali menggunakan harga dan promosi penjualan untuk merangsang konsumen agar mau mencoba produk.
d.Tingkah laku membeli yang mencari variasi
Konsumen menjalani tingkah laku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang ditandai oleh keterlibatan konsumen rendah, tetapi perbedaan merk dianggap berarti. Dalam kategori produk seperti ini, strategi pemasaran mungkin berbeda untuk merk yang menjadi pemimpin pasar dan untuk merk yang kurang ternama. Perusahaan akan mendorong pencarian variasi dengan menawarkan harga rendah, penawaran khusus, kupon, sampel gratis, dan iklan yang menunjukkan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru.

2.5 Proses Keputusan Membeli
Menurut (Kotler, 2000:204) tahap-tahap yang dilewati pembeli untuk mencapai keputusan membeli melewati lima tahap, yaitu:
1.Pengenalan Masalah
2.Pencarian Informasi
3.Evaluasi alternative
4.Keputusan Membeli
5.Tingkah laku pasca pembelian.

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a.Pengenalan masalah
Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang dii ng in kan.
b.Pencarian informasi
Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari lebih banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, konsumen dapat menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut. Pengaruh relatif dari sumber informasi ini bervariasi menurut produk dan pembeli. Pada umumnya, konsumen menerima sebagian besar informasi mengenai suatu produk dari sumber komersial, yang dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber paling efektif cenderung sumber pribadi. Sumber pribadi tampaknya bahkan lebih penting dalam mempengaruhi pembelian jasa. Sumber komersial biasanya memberitahu pembeli, tetapi sumber pribadi membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli. Misalnya, dokter pada umumnya belajar mengenai obat baru cari sumber komersial, tetapi bertanya kepada dokter lain untuk informasi yang evaluatif.
c.Evaluasi alternatif
Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merk alternatif dalam perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen. Pertama, kita menganggap bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut kebutuhan dan keinginan unik masing-masing. Ketiga, konsumen mungkin akan mengembangkan satu himpunan keyakinan merek mengenai dimana posisi setiap merek pada setiap atribut. Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen sampai pada sikap terhadap merek berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian.
Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadang-kadang konsumen mengambil keputusan membel i sendiri; kadang-kadang mereka bertanya pada teman, petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga untuk memberi saran pembelian.
Pemasar harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana sebenarnya mereka mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka mengetahui proses evaluasi apa yang sedang terjadi, pemasar dapat membuat langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan membeli.

d.Keputusan membeli
Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain mengenai harga, merek yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian.
e.Tingkah laku pasca pembelian
Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk. Bila produk tidak memenuhi harapan, konsumen merasa tidak puas, bila memenuhi harapan konsumen merasa puas, bila melebihi harapan konsumen akan merasa puas.
Konsumen mendasarkan harapan mereka pada informasi yang mereka terima dari penjual, teman dan sumber-sumber yang lain. Bila penjual melebih-lebihkan prestasi produknya, harapan konsumen tidak akan terpenuhi dan hasilnya ketidakpuasan. Semakin besar antara kesenjangan antara harapan dan prestasi, semakin besar ketidakpuasan kosumen. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli harus membuat pernyataan yang jujur mengenai prestasi produknya sehingga pembeli akan puas.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan berikut disampaikan kesimpulan:
1)Dari hasil analisis didapatkan bahwa variabel faktor budaya, sosial, pribadi dan psi kologis secara simultan/bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan (bermakna) terhadap keputusan pembelian produk mie instan merek Sedaap.
2)Variabel psikologis mempunyai pengaruh dominan terhadap keputusan pembelian produk mie instan merk Sedaap.

3.2 Saran
Dari hasil penelitian, analisis dan kesimpulan di atas, berikut beberapa saran yang dapat disampaikan:
1)Mengingat keberadaan mie Sedaap dikalangan mahasiswa FE Unmer Malang mudah didapat, harga terjangkau, iklan, dan kandungan gizi hendaknya kondisi tetap terjaga agar konsumen tidak berpindah ke merek lain. Dengan demikian saluran distribusi perlu di jaga.
2)Karena pengaruh faktor psikologis yang terdiri dari motivasi, persepsi dan pengetahuan menjadi pertimbangan konsumen dalam melakukan keputusan pembelian pada produk mie instant merek Sedaap, maka perusahaan (produsen mie instan merek Sedaap) lebih hati-hati karena dari konsumen yang diteliti yaitu mahasiswa terlihat keputusan beli mereka tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain, daya beli sedang dan kebanyakan belum berpenghasilan sehingga faktor perimbangan harga dan kualitas menjadi pertimbangan tersendiri
3)Dari besarnya nilai koefisien determinasi maupun kontribusi yang diberikan oleh faktor perilaku konsumen terhadap keputusan pembelian menunjukkan bahwa masih diperlukan adanya penelitian lanjutan bagi peneliti lain untuk meneliti variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini, karena munculnya sebuah perilaku pembelian konsumen merupakan akibat dari banyak faktor antara lain marketing mix (produk, harga, promosi dan distribusi), situasional (lingkungan sosial, lingkungan fisik, dampak sementara, dan keadaan sebelumnya).

3.3 Daftar Pustaka
http://chinmi.wordpress.com/2007/07/31/arti-definisi-pengertian-pemasaran-menurut-para-ahli/

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html

Kurniawan, Hery (2006), “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumen dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Produk
Mie Instan Merek Sedaap (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unmer Malang).


Tugas ini ditujukan kepada Bpk. Seno Sudarmono Hadi

Selasa, 08 November 2011

BAB IV - Hasil dan Pembahasan

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Kota Bekasi secara administatif, seluruhnya dapat dikategorikan sebagai kawasan perkotaan, namun secara fungsional sesungguhnya terdapat perbedaan karakteristik antara bagian wilayah kota disebelah utara dan disebelah selatan. Dalam hal ini perbedaan karakteristik tersebut adalah:

1)Bagian wilayah kota disebelah utara, yang selama ini sudah berkembang dengan dominasi kawasan terbangun, intensitas pemanfaatan ruang tinggi, kepadatan penduduk tinggi, dan secara fungsional menunjukkan dominasi kegiatan perkotaan. Dalam kaitannya dengan pengembangan kota di masa yang akan datang, bagian wilayah kota ini memerlukan pemantapan fungsi bagi kegiatan yang akan tetap dipertahankan, pengendalian terhadap kegiatan yang dikhawatirkan akan melampaui daya dukung wilayahnya, intensifikasi pemanfaatan lahan dengan pembangunan vertikal, serta penanganan terhadap berbagai permasalahan fisik dan prasarana dasar perkotaan.

2)Bagian wilayah kota disebelah selatan yang relatif belum berkembang dengan dominasi kawasan tidak terbangun dan kegiatan masih bersifat bukan-perkotaan (perkampungan) serta kepadatan penduduk rendah. Dalam kaitannya dengan pengembangan kota di masa yang akan datang, bagian wilayah kota ini memerlukan pengarahan kegiatan perkotaan secara ekspansif sesuai dengan potensi yang dapat dikembangkan, pengembangan pusat-pusat kegiatan baru untuk mengurangi beban pelayanan pusat kota, serta pengintegrasian pengembangan dengan rencana pemanfaatan ruang wilayah sekitar/ yang berbatasan.

Kota Bekasi merupakan salah satu mitra ibukota negara, khususnya sebagai sentra produksi dengan keberadaan Kawasan Industri berskala internasional yang sangat membutuhkan fasilitas jalan yang mendukung. Hal tersebut diwujudkan dalam terbukanya akses yang luas ke dalam Kota Bekasi melalui Gerbang Tol Mustikajaya, Cibitung, Cikarang Barat dan Cikarang Timur, dimana pada keempat gerbang tol tersebut volume lalu lintas menunjukan peningkatan volume kendaraan yang sangat signifikan.

Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bekasi tahun 2008, panjang jalan di Kota Bekasi adalah 1012,60 km, terdiri dari jalan tol sepanjang 38,50 km, jalan nasional sepanjang 34,40 km, dan jalan kabupaten sepanjang 393,70 km. Sedangkan menurut sistem dan fungsinya jalan arteri primer sepanjang 34,40 km, arteri sekunder sepanjang 3,60 km, kolektor primer sepanjang 360,83 km, kolektor skunder sepanjang 76,65 km, jalan lokal primer sepanjang 261,72 km dan jalan lokal sekunder sepanjang 170,6 km. Jalan negara seluruhnya diaspal sedangkan jalan kabupaten 46,08% diaspal, 27,92% kerikil, dan 26,00% beton. Kondisi jalan negara termasuk sedang, jalan kabupaten 35,76% baik, sedang 37,06%, rusak 27,18%. Adapun rencana peningkatannya adalah jalan dalam kondisi rusak akan ditingkatkan menjadi sedang dengan ruas jalan kondisi sedang akan ditingkatkan menjadi baik.

Keberadaan infrastruktur jalan berbeda antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Pada kecamatan yang terdapat pusat kegiatan ekonomi (industri) maupun pemerintahan, infrastruktur jalan tersedia dengan baik. Sedangkan di kecamatan-kecamatan yang masih didominasi kawasan pertanian, infrastruktur jalan cenderung terbatas dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemerintah Kota Bekasi terus berusaha untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur jalan untuk mendukung perkembangan wilayah Kota Bekasi yang menyeluruh.

Ruas jalan arteri primer yang merupakan jalan antar karuasan membentuk pola linier, membentang pada poros barat-timur yaitu dari Kecamatan Cikarang Timur (batas Kabupaten Karajalang) sampai ke Kecamatan Tambun Selatan (batas Kota Bekasi). Dengan letak yang sejajar dengan jalan tol Jakarta-Cikampek serta adannya jalan industri dan akses tol sebagai ruas arteri sekunder yang berdekatan dengan jalur utama tersebut maka seluruh jalur distribusi utama regional ini terkonsentrasi di bagian tengah Kota Bekasi. Jalan kolektor yang berfungsi sebagai pengumpan (feeder) dari tiap kawasan wilayah Bekasi dengan jalur utama ini membentuk simpul yang berkembang menjadi pusat-pusat kegiatan perekonomian masyarakat yang menyebabkan beban lalulintas poros barat-timur sangat berat dibandingkan ruas jalan lainnya.
Ruas-ruas jalan kolektor primer dan kolektor sekunder yang tersebar di seluruh wilayah Kota Bekasi yang menghubungkan antar kecamatan, desa, kampung dan lingkungan membentuk pola grid (kotak) terutama diwilayah Kota Bekasi sebelah selatan dan tengah. Sedangkan disebelah utara dan timur, pola jaringan jalannya membentuk jalan melingkar yang membentang dari Kecamatan Muara Gembong sampai Kecamatan Kedung Waringin. Pola grid jaringan jalan antar ruas jalan kolektor tersebut membentuk simpul-simpul yang berkembang menjadi sub pusat perekonomian masyarakat menyebabkan beban lalu lintas cukup tinggi pada ruas-ruas jalan kolektor primer sebagai poros utara-tengah dan selatan-tengah yang merupakan akses distribusi utama interregional yang menghubungkan antar karuasan di seluruh wilayah Bekasi, seperti pada ruas jalan Cikarang Utara-Cibarusah, Cibitung-setu, Babelan-Tambun Utara, Tambelang-Cibitung dan Sukatani-Cikarang Utara, seluruh ruas jalan tersebut berada di sebelah barat, utara, selatan, dan tengah wilayah kota Bekasi. Sedangkan akses distribusi utama inter-regional sebagai poros utara-tengah dan tengah selatan di sebelah timur wilayah Bekasi yang dilayani oleh ruas jalan Cibarusah-Cikarang Timur dan ruas jalan Muara Gembong-Kedung Waringin memiliki beban lalu lintas relatif rendah.

Kota Bekasi merupakan salah satu daerah penyangga ibukota negara. Sebagai daerah penyangga, terutama dalam hal pemukiman sangat dibutuhkan fasilitas jalan yang mendukung. Di antaranya adalah jalan tol Cibitung dan Cikarang. Di kedua gerbang tol tersebut volume lalu lintas menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2008, Volume kendaraan meningkat 6,27 % dari tahun sebelumnya. Di sisi lain, Kereta api merupakan sarana angkutan yang banyak digunakan masyarakat Bekasi. Stasiun kereta api yang berlokasi di Kota Bekasi adalah Stasiun Tambun, Cikarang dan Lemahabang. Dari ketiga stasiun tersebut, selama tahun 2008 penumpang kereta api berjumlah 1.228.257 orang, atau naik sebesar 30,97 % dibandingkan tahun 2007.

Keberadaan Kota Bekasi sebagai sentra produksi nasional yang ditujukkan oleh keberadaan Kawasan Industri yang sangat luas menjadikan sistem angkutan barang menjadi perhatian penting pada transportasi Kota Bekasi. Sistem angkutan barang diarahkan hanya melintasi jalan primer dan jalan tol dengan rute untuk angkutan penumpang regional dengan pertimbangan lokasi pergudangan, terminal barang, industri dan pasar. Terdapat banyak permasalahn yang ditemui hal lintasan angkutan barang dan pengawasannya. Di salah satu pihak rute angkutan barang telah disesuaikan dengan kelas jalan tinggi sesuai kekuatan konstruksinya, tetapi angkutan barang masih melewati jalan kelas rendah karena keberadaan sebagian industri di kawasan permukiman dimana distribusi produk dan bahan baku produksi melalui jalan tersebut. Permasalahan lain ialah terdapat beberapa pangkalan angkutan barang di pinggir jalan yang menimbulkan permasalahan lalu lintas dan lingkungan. Selain itu, adanya outlet produksi kawasan industri Kota Bekasi yang terpusat ke Tanjung Priok melalui jalan Tol yang sudah sangat padat menimbulkan beban lalu lintas yang jauh lebih tinggi.

Selasa, 01 November 2011

BAB III - Metodologi Penelitian

3.1 Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah konsumen barang-barang convenience yang berbelanja baik pada retail modern (minimarket, supermarket dan hypermarket) maupun retail tradisional (pasar tradisional) yang berada di wilayah kota Bekasi. Alasan penulis memilih kota Bekasi sebagai objek dalam penelitian ini adalah karena kota Bekasi merupakan salah satu kota yang terdapat di provinsi Jawa Barat, Indonesia, yang berada dalam lingkungan megapolitan Jabodetabek dan menjadi kota besar keempat di Indonesia. Saat ini kota Bekasi berkembang menjadi kawasan sentra industri dan kawasan tempat tinggal kaum urban. Secara geografis kota Bekasi berada pada ketinggian 19 m diatas permukaan laut. Kota ini terletak di sebelah timur Jakarta, berbatasan dengan Jakarta Timur di barat, kabupaten Bekasi di utara dan timur, kabupaten Bogor di selatan, serta kota Depok di sebelah barat daya. Dari total luas wilayahnya, lebih dari 50 % sudah menjadi kawasan efektif perkotaan dengan 90 % telah menjadi kawasan perumahan, 4 % telah menjadi kawasan industri, 3 % telah digunakan untuk perdagangan, dan sisanya untuk bangunan lainnya.

3.2 Pengumpulan Data
3.2.1 Data Primer
Pengambilan data melalui data primer dengan cara menyebarkan kuesioner pada konsumen barang-barang convenience yang berbelanja baik pada retail modern maupun retail tradisional. Pendapat Kasmir (2004) tentang kuesioner yaitu, metode dengan cara mengajukan formulir pertanyaan kepada responden atau konsumen yang diinginkan. Konsumen diminta untuk menjawab setiap pertanyaan sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya tanpa adanya tekanan dari pihak periset. Dalam formulir dijelaskan cara-cara untuk menjawab pertanyaan. Proses pengambilan data dilakukan dengan penarikan sampel dari konsumen barang convenience yang berbelanja baik pada retail modern maupun retail tradisional.

3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian dan informasi dari Biro Pusat Statistik (BPS), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Pemerintah Daerah. Data sekunder dalam penelitian ini berupa perkembangan usaha ritel di Indonesia, baik ritel tradisional maupun ritel modern.


3.3 Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini adalah konsumen barang-barang convinience yang berbelanja di pasar retail tradisional maupun retail modern baik retail kecil dan menengah maupun retail besar, di wilayah Bekasi Jawa Barat. Jumlah penduduk kota Bekasi adalah 2.336.489 jiwa (Hasil SP 2010).
Pemilihan sampel dalam penelitian pendahuluan dilakukan dengan menggunakan purposive sampling, agar hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian. Agar responden yang terpilih memiliki kesamaan persepsi maka perlu diberikan batasan, diantaranya:
1. Responden berada berusia produktif 17 – 55 tahun, dengan asumsi dalam usia produktif, responden memiliki kemampuan dan keputusan sendiri dalam berbelanja.
2. Responden memiliki penghasilan
3. Responden berbelanja rutin di gerai retail kecil, menengah dan besar.
4. Responden berdomilisi di Bekasi Jawa Barat.
Pemilihan sampel dilakukan dengan eksploratori data, serta pengamatan dan interview pendahuluan dengan praktisi dan ahli lain dalam bidang perilaku konsumen dan kependudukan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan konsumen retail dan retail itu sendiri.


3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel perilaku konsumen yang selanjutnya akan dijadikan kriteria bagi konsumen dalam pemilihan tempat belanja. Adapun operasionalisasi kriteria di atas adalah sebagai berikut:
a) Kualitas Barang
Kedalaman, luas dan kualitas keragaman barang merupakan determinan dalam memilih toko dan berlaku pada suatu hypermarket. Pada masa kini banyak toko yang berkembang dengan pesat dalam kemampuan bersaing, karena kemampuan mereka menyusun dan menyajikan ragam barang yang dominan serta menyediakan barang-barang dengan kualitas yang baik dan terjamin.

b) Lokasi
Koefisien korelasi bertanda positif sebesar 0.600 menunjukkan hubungan Lokasi dengan Promosi searah, artinya jika variabel Lokasi pada ritel minimarket diterima baik oleh konsumen maka variabel Promosi semakin baik pula diterima konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Sebaliknya jika variabel Lokasi di ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen maka variabel Promosi pada ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Misalnya, dengan lokasi yang strategis dan promosi yang dapat dipercaya akan menarik konsumen untuk berbelanja pada ritel minimarket tersebut, hal ini dapat membentuk kepuasan konsumen pada ritel minimarket.

c) Kelengkapan Barang
Kelengkapan barang meliputi aneka macam jenis produk yang ditawarkan pihak penjual. Kelengkapan barang yang akan dibeli konsumen merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumen dalam pemilihan tempat belanja. Konsumen akan lebih tertarik untuk berbelanja pada tempat yang menawarkan kelengkapan barang, karena tidak perlu berpindah tempat bila ingin berbelanja dengan bermacam barang.

d) Pelayanan
Koefisien korelasi bertanda positif sebesar 0.596 menunjukkan hubungan Kelengkapan Produk dengan Pelayanan searah, artinya jika variabel Kelengkapan Produk pada ritel minimarket diterima baik oleh konsumen maka variabel Pelayanan semakin baik pula diterima konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Sebaliknya jika variabel Kelengkapan Produk di ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen maka variabel Pelayanan pada ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Misalnya, dengan jenis produk yang ditawarkan lengkap dan pelayanan yang cepat akan menarik konsumen untuk berbelanja pada ritel minimarket tersebut, hal ini dapat membentuk kepuasan konsumen pada ritel minimarket.


3.5 Analisis Data
3.5.1 Perancangan Model Hierarki
Dalam tahap ini akan dibuat suatu kerangka hierarki yang dijadikan untuk pengambilan keputusan yang efektif atas permasalahan yang kompleks. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam proses pengambilan keputusan.
Perancangan model hierarki tergantung kepada keputusan yang diambil. Pada tingkat dasar yaitu alternatif-alternatif yang objektif. Dalam penelitian ini alternatifnya adalah retail tradisional dan retail modern. Tingkat berikutnya yaitu kriteria-kriteria sebagai pertimbangan dari alternatif-alternatif. Pada tingkat puncak hanya satu elemen, yaitu tujuan menyeluruh.
Untuk dasar pembuatan kuesioner didapatkan dari AHP itu sendiri, yang merupakan proses pengambilan keputusan dengan memberikan perbandingan berpasangan pada tiap-tiap faktor dan memberikan bobot penilaian untuk preferensi dari tiap-tiap perbandingan.
Menurut Saaty (1993) pada dasarnya, metode Proses Hierarki Analitik ini memecah-mecah suatu situasi yang kompleks, tak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variable ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numeric pada pertimbangan subyektif tentang relative pentingnya setiap variabel, dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Hasil yang diperoleh dari kuesioner, tidak ditampilkan semua dalam penelitian ini karena variabel yang digunakan pada penelitian ini hanya terdiri dari empat variabel yaitu kualitas barang, lokasi, kelengkapan barang, dan pelayanan. Sehingga data yang akan dibahas pada pembahasan disesuaikan dengan variabel yang digunakan.
Dari kuesioner tersebut, responden akan membandingkan antara kolom kiri dan kolom kanan mana yang dianggap lebih penting. Kemudian memberikan tanda () pada kolom yang sesuai untuk penilaian tingkat kepentingan antara masing-masing faktor. Keterangan skor/bobot dalam kuesioner tersebut adalah:
Angka 1 = sama pentingnya: dua hal yang diperbaningkan sama pentingnya
Angka 3 = sedikit (moderate) lebih penting: satu hal yang diperbandingkan sedikit (moderate) lebih penting dibandingkan dengan komponen lainnya.
Angka 5 = Lebih penting: satu hal yang diperbandingkan lebih penting dibandingkan dengan komponen lainnya.
Angka 7 = Sangat lebih penting: satu hal yang diperbandingkan sangat lebih penting dibandingkan dengan komponen lainnya.
Angka 9 = Mutlak lebih penting: satu hal yang diperbandingkan mutlak (extreme) lebih penting dibandingkan dengan komponen lainnya.
Angka 2, 4, 6, 8 menyatakan tingkat kepentingan diantara angka-angka tersebut di atas, misalnya 3 dan 5, merupakan pilihan yang memiliki kualifikasi antara sedikit (moderate) lebih penting dan lebih penting.

3.5.2 Pemrosesan Data
Setelah data diperoleh, maka tahap selanjutnya adalah melakukan pemrosesan data. Kita harus mensistensis atau menyatukan pertimbangan yang dibuat dengan melakukan perbandingan berpasangan untuk mendapatkan peringkat prioritas menyeluruh untuk pengambilan keputusan. Pada tahap ini dilakukan suatu pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan suatu prioritas tiap faktor. Proses pembobotan diolah dengan microsoft excel dengan menggunakan rumus rata-rata geometri seperti di bawah ini:

Keterangan : X1 = responden kesatu
Xn = responden ke- n
N = Jumlah responden

Data numerik digambarkan dalam bentuk matriks, dilakukan normalisasi dengan membagi tiap-tiap entri dengan jumlah nilai kolom pada matriks. Proses sintesis ini akan dihasilkan persentase prioritas atau preferensi untuk tiap-tiap alternatif.

3.5.3 Analisis dan Grafis
Setelah mendapatkan hasil dari sintesis, diketahui nilai prioritas dari tiap-tiap kriteria dan alternatif, tahap selanjutnya yaitu melakukan analisis, untuk mengetahui alternatif bank mana yang paling baik bagi nasabah. Analisis ini juga akan dijelaskan dalam bentuk grafik. Setelah hasil analisis dilakukan, maka selanjutnya memberikan kesimpulan dan saran untuk pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan.

Tugas ini ditujukan kepada Bpk. Prihantoro

Selasa, 25 Oktober 2011

Landasan Teori ( BAB II )

1.Teori Dasar/ Konsep
Ritel berasal dari kata retail yang berarti eceran. Bisnis ritel merupakan suatu bisnis menjual produk dan jasa pelayanan yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, atau pengguna akhir lainnya. Aktivitas nilai tambah yang ada dalam bisnis ritel diantaranya meliputi assortment, holding inventory, dan providing service (Sopiah, 2008). Bisnis ritel di Indonesia dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu ritel tradisional dan ritel modern. Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang menuntut kenyamanan lebih dalam berbelanja (Pandin, 2009).

2.Tinjauan Riset Terdahulu/ Sejenis
Hendrikus Arinanda, 2009, Analisis variabel pembentuk kepuasan konsumen pada ritel minimarket Alfamart dan Indomaret di wilayah Pesanggrahan Jakarta Selatan. Dalam analisisnya, ia menggunakan variabel lokasi, promosi, harga, kelengkapan produk, dan pelayanan.
Padyan Khatimi, 2011, Pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui perilaku konsumen dalam memilih tempat belanja ditinjau dari faktor kualitas barang, kelengkapan barang, jarak dan waktu buka (studi kasus pada masyarakat di kota Depok). Dalam analisisnya, ia menggunakan variabel kualitas barang, kelengkapan barang, jarak, dan waktu buka.
Dari tinjauan riset terdahulu, saya mengambil 4 variabel, yaitu kualitas barang, lokasi, kelengkapan barang, dan pelayanan.

Indikator/ Tolak Ukur :
a) Kualitas Barang
Kedalaman, luas dan kualitas keragaman barang merupakan determinan dalam memilih toko dan berlaku pada suatu hypermarket. Pada masa kini banyak toko yang berkembang dengan pesat dalam kemampuan bersaing, karena kemampuan mereka menyusun dan menyajikan ragam barang yang dominan serta menyediakan barang-barang dengan kualitas yang baik dan terjamin.
b) Lokasi
Koefisien korelasi bertanda positif sebesar 0.600 menunjukkan hubungan Lokasi dengan Promosi searah, artinya jika variabel Lokasi pada ritel minimarket diterima baik oleh konsumen maka variabel Promosi semakin baik pula diterima konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Sebaliknya jika variabel Lokasi di ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen maka variabel Promosi pada ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Misalnya, dengan lokasi yang strategis dan promosi yang dapat dipercaya akan menarik konsumen untuk berbelanja pada ritel minimarket tersebut, hal ini dapat membentuk kepuasan konsumen pada ritel minimarket.
c) Kelengkapan Barang
Kelengkapan barang meliputi aneka macam jenis produk yang ditawarkan pihak penjual. Kelengkapan barang yang akan dibeli konsumen merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumen dalam pemilihan tempat belanja. Konsumen akan lebih tertarik untuk berbelanja pada tempat yang menawarkan kelengkapan barang, karena tidak perlu berpindah tempat bila ingin berbelanja dengan bermacam barang.
d) Pelayanan
Koefisien korelasi bertanda positif sebesar 0.596 menunjukkan hubungan Kelengkapan Produk dengan Pelayanan searah, artinya jika variabel Kelengkapan Produk pada ritel minimarket diterima baik oleh konsumen maka variabel Pelayanan semakin baik pula diterima konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Sebaliknya jika variabel Kelengkapan Produk di ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen maka variabel Pelayanan pada ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Misalnya, dengan jenis produk yang ditawarkan lengkap dan pelayanan yang cepat akan menarik konsumen untuk berbelanja pada ritel minimarket tersebut, hal ini dapat membentuk kepuasan konsumen pada ritel minimarket.

4.Pengembangan Hipotesis
Kesimpulan sementara dari riset terdahulu, variabel yang paling mempengaruhi adalah kualitas barang, kelengkapan barang, lokasi, dan pelayanan.


Tugas ini ditujukan kepada Bpk. Prihantoro

Jumat, 14 Oktober 2011

Tugas Softskill Pertemuan 1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Rambut adalah mahkota manusia dan perlu dijaga keindahannya dengan melakukan perawatan yang tepat dan cermat. Rambut juga merupakan salah satu bagian penting yang dinilai dari keseluruhan penampilan seseorang. Bila penampilan rambut seseorang indah dipandang, maka kesan yang didapat adalah penampilan keseluruhan dari orang tersebut juga baik. Oleh karena penampilan rambut dirasa cukup penting, maka terkadang orang merasa tidak percaya diri jika mempunyai rambut tidak terawat keindahannya. Apalagi, jika keindahan rambut dihalangi oleh munculnya ketombe pada rambut, yang dapat dikatakan cukup mengganggu. Biasanya, selain membuat rambut tidak indah dan tidak sehat, ketombe juga menyebabkan rasa gatal di kulit kepala dan meninggalkan serpih putih di baju, yang tentu saja membuat semakin tidak percaya diri bila berdekatan dengan orang-orang di sekitarnya.
Ketombe bercirikan terlepasnya serpih-serpih berlebihan dari kulit kepala yang biasanya disertai gatal-gatal (Tjay dan Rahardja, 2002). Ketombe merupakan suatu pertumbuhan berlebihan kulit kepala tanpa peradangan. Ketombe atau yang dalam bahasa medisnya dikenal dengan nama ptiriasis sika (dandruff) banyak diderita oleh penduduk Indonesia yang memiliki iklim tropis, suhu tinggi dan udara lembab. Pada dasarnya penyakit ini disebabkan oleh sejenis kapang (jamur) jenis pytirosporum ovale yang banyak mengenai orang yang memiliki kulit berminyak. Jamur ini menyebabkan rontoknya kulit kepala berbentuk sisik putih.
Ketombe tidak bisa disembuhkan total. Penyakit ini hanya bisa dihilangkan sementara dan dicegah datang lagi dengan merawat secara rutin. Tapi, kemungkinan ia muncul kembali tetap ada dikemudian hari (Fluhr, 2004). Perawatan rambut dan kulit secara rutin agar terhindar dari ketombe tentu memerlukan persediaan shampo antiketombe. Berbicara mengenai shampo antiketombe, produk kosmetik untuk rambut yang satu ini telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan/nyata. Pada awalnya, shampo antiketombe hanya digunakan untuk menghilangkan ketombe pada rambut dan kulit kepala. Namun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan usia, serta pola/gaya hidup manusia yang cenderung tidak sehat, masalah rambut pun semakin banyak, seperti rambut rontok, kusam, berminyak, kering dan masalah-masalah rambut lainnya. Maka produk shampo antiketombe yang sekarang beredar di pasaran, tidak sekedar berfungsi untuk menghilangkan ketombe pada rambut dan kulit kepala, tetapi ada juga yang sekaligus mencegah rambut rontok, melembabkan, mengurangi kelebihan minyak dan sebagainya.
Potensi yang sangat besar dalam bisnis shampo antiketombe perlu disikapi secara tepat oleh produsen. Dalam hal ini penting sekali pemahaman tentang perilaku konsumen. Bagaimana konsumen mengambil keputusan dan apa yang mempengaruhi keputusan konsumen tersebut akan membantu produsen menciptakan produk sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen. Pada akhirnya, produsen siap bersaing untuk menarik konsumen shampo antiketombe, tidak terkecuali wanita usia 15-24 tahun, yang bisa dikatakan tergolong kalangan anak muda yang masuk dalam target pasar shampo antiketombe.

1.2 Perumusan Masalah
Persaingan untuk menarik konsumen antar merek shampo antiketombe pada saat ini semakin ketat. Hal ini didukung dengan semakin banyaknya merek shampo antiketombe yang menawarkan beragam manfaat khusus di samping manfaat utamanya menghilangkan ketombe. Setiap produsen berusaha menciptakan kesan di mata konsumen bahwa produknya yang terbaik atau bila perlu mengubah pola pikir dan perilaku konsumen.
Pengetahuan tentang bagaimana konsumen mengambil keputusan dalam memilih shampo antiketombe yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya sangat penting diketahui oleh produsen dalam menghadapi persaingan. Keputusan pembeian produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui suatu proses dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Proses keputusan pembelian konsumen terdiri dari tahap pengenalan kebutuhan, tahap pencarian informasi, tahap evaluasi alternatif, tahap pembelian dan tahap perilaku pascapembelian. Proses keputusan pembelian konsumen tersebut juga di pengaruhi oleh faktor-faktor seperti faktor perbedaan individu, faktor pengaruh lingkungan, faktor proses psikologis dan atribut produk.

1.3 Landasan Teori
Potensi pasar shampo antiketombe di Indonesia sangat besar. Hal ini salah satunya didukung oleh rentannya penduduk Indonesia menderita ketombe akibat iklimnya yang tropis, suhu tinggi dan udara lembab. Kondisi ini mendorong para produsen untuk memperkenalkan berbagai merek shampo antiketombe yang menawarkan beragam manfaat khusus di samping manfaat utamanya menghilangkan ketombe. Produsen berusaha menciptakan kesan di mata konsumen bahwa produknya yang terbaik dan menyesuaikan produk dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Upaya penyesuaian produk dengan kebutuhan dan keinginan konsumen tentu memerlukan pemahaman tentang perilaku konsumen.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merupakan suatu aspek penting yang harus diperhatikan dalam memenuhi dan melayani kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Sumarwan (2003), perilaku konsumen merupakan kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas masing-masing individu yang dilakukan dalam rangka evaluasi, penggunaan atau mengatur barang-barang dan jasa (Nugroho, 2002). Menurut Mangkunegara (2002), perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan dan menggunakan barang-barang ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan.
Sementara itu menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang secara langsung ditujukan untuk mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mengawali dan mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut. Perilaku konsumen mencerminkan tanggapan mereka terhadap berbagai rangsangan, baik dari pemasar berupa rangsangan pemasaran maupun dari diri mereka sendiri yang berupa pengaruh lingkungan, perbedaan individu dan proses psikologis.

2.2 Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan atau lebih (Schiffman dan Kanuk, 2004). Proses keputusan pembelian konsumen menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1994) terdiri dari lima tahap, yaitu: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan evaluasi pascapembelian.
Pengenalan kebutuhan selalu dilewati oleh konsumen sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk. Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi (Sumarwan, 2003).

Timbulnya kebutuhan dapat dipicu oleh stimuli intern, yaitu kebutuhan dasar seseorang yang akan timbul suatu saat pada suatu tingkat tertentu dan menjadi suatu dorongan yang memotivasi orang itu untuk segera memuaskan dorongan tersebut. Selain itu kebutuhan dapat juga berasal dari stimuli ekstern, yaitu lingkungan yang mengkondisikan konsumen untuk mengkonsumsi (Kotler, 1997).
Pencarian informasi didefinisikan sebagai suatu kegiatan termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan (pencarian internal) dan pengetahuan informasi dari pasar (pencarian eksternal). Seberapa besar pencarian yang dilakukan oleh seseorang tergantung pada kekuatan dorongannya, jumlah informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi tambahan, nilai yang ia berikan pada informasi tambahan dan kepuasan yang ia peroleh dari pencarian tersebut. Bila informasi yang didapat dari pencarian internal tidak memadai untuk memberikan arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian eksternal akan dilakukan (Kotler, 1997).
Menurut Kotler (1997), sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari empat kelompok, yaitu:
1.Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan
2.Sumber komersial : iklan, tenaga penjual, pedagang perantara
3.Sumber umum : media massa, organisasi penilai konsumen
4.Sumber pengalaman : penanganan, pemeriksaan penggunaan produk.

Sumber-sumber informasi yang berbeda dapat menuntun konsumen pada keputusan pembelian yang berbeda.
Faktor lain yang mempengaruhi tahap pencarian informasi adalah situasi, ciri-ciri produk, lingkungan eceran dan konsumen itu sendiri. Tekanan waktu merupakan salah satu sumber pengaruh situasi. Situasi pembelian yang mendesak menuntut sedikit waktu untuk melakukan pencarian ekstensif dan teliti. Pencarian ekstensif juga akan dilakukan jika konsumen merasakan adanya perbedaan ciri¬ciri produk diantara merek-merek yang ada. Lingkungan eceran akan mempengaruhi pencarian oleh konsumen karena jarak antara pesaing eceran dapat menentukan banyaknya toko yang menjadi tempat belanja konsumen selama pengambilan keputusan. Terakhir, karakteristik konsumen yang meliputi pengetahuan, keterlibatan, kepercayaan, sikap dan karakteristik demografi akan ikut mempengaruhi tahap pencarian informasi (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995).
Evaluasi alternatif merupakan tahap dimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan membuat pertimbangan nilai yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan. Konsumen harus: (1) menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan, (2) memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan, (3) menilai kinerja dari alternatif yang dipertimbangkan dan (4) memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat suatu pilihan akhir.
Pada pemilihan alternatif, konsumen menggunakan atribut tertentu yang disebut kriteria evaluasi. Kriteria evaluasi yang sering digunakan antara lain harga, kepercayaan konsumen akan merek, dan kriteria asal yang bersifat hedonik (prestise, status). Setelah menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif, maka konsumen memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan. Tahap ini terdiri dari menentukan alternatif-alternatif pilihan, menilai alternatif-alternatif pilihan dan terakhir menyeleksi kaidah keputusan (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995).
Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Termasuk di dalamnya adalah toko di mana dia akan membelinya serta pembayaran yang akan dilakukannya. Apakah dia membayar tunai atau cicilan (Sumarwan, 2003).
Evaluasi pascapembelian dapat berupa konsumen puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk atau merek yang telah dilakukannya. Setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa, konsumen akan memiliki rasa puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk tersebut (Sumarwan, 2003).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Proses keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga keputusan antara satu konsumen dengan konsumen yang lain berbeda. Faktor-faktor tersebut diantaranya pengaruh lingkungan, pengaruh perbedaan induvidu, pengaruh proses psikologis dan atribut produk.
Pengaruh lingkungan terdiri dari : (1) budaya, (2) kelas sosial, (3) pengaruh pribadi, (4) keluarga dan (5) pengaruh situasi. Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, sikap dan simbol lain yang bermakna yang membantu manusia untuk berkomunikasi, membuat tafsiran dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Walaupun seorang konsumen bebas dalam menentukan pilihan namun karena mereka hidup di lingkungan dengan kebudayaan yang mempunyai batasan-batasan tertentu, maka kebebasan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya dan norma-norma masyarakat tersebut. Budaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam tiga faktor yaitu: (1) budaya mempengaruhi struktur konsumsi, (2) budaya mempengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan dan (3) budaya adalah variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi makna dari sebuah produk (Engel, Blackwell dan miniard, 1994). Budaya juga didefinisikan sebagai hasil kreatifitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Mangkunegara, 2002). Budaya merupakan faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling fundamental (Kotler, 1997).
Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu dengan berbagai nilai, minat dan perilaku pembelian yang sama. Ukuran-ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan masyarakat ke dalam kelas sosial antara lain pendapatan, pendidikan, pekerjaan, kekayaan dan sebagainya. Kelas sosial menunjukan preferensi produk dan pemilihan merek yang berbeda-beda dalam berbagai kategori produk tertentu serta pakaian, perabotan rumah, kegiatan waktu luang dan kendaraan (Kotler, 1997).
Pengaruh pribadi sering memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen. Hal ini diekspresikan baik melalui kelompok acuan atau pun melalui komunikasi lisan. Kelompok acuan ini terbagi dua yaitu kelompok primer seperti keluarga, teman, tetangga dan teman kerja di mana orang tersebut secara terus menerus berinteraksi dengan mereka dan sifatnya cenderung informil. Kelompok sekunder yaitu kelompok yang bersifat lebih formil dan mempunyai interaksi yang tidak begitu rutin seperti kelompok keagamaan, profesi dan kelompok asosiasi perdagangan (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terikat oleh perkawinan, darah (keturunan: anak/cucu) dan adopsi Kelompok orang tersebut biasanya tinggal bersama dalam satu rumah. Namun, bisa saja bahwa semua anggota keluarga tersebut tidak tinggal di dalam satu rumah (Sumarwan, 2003). Keluarga sangat penting dalam perilaku konsumen karena merupakan pemberi pengaruh utama pada sikap dan perilaku individu. Dibandingkan dengan kelompok-kelompok lain dimana seseorang berhubungan langsung, keluarga memainkan peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku manusia (Engel, Blackwell dan miniard, 1994).
Pengaruh situasi dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Situasi dapat memberikan pengaruh yang kuat dalam perilaku konsumen. Perilaku berubah ketika situasi berubah. Pengaruh situasi dapat timbul dari lingkungan fisik (lokasi, tata ruang, suara, warna ), lingkungan sosial (orang lain), waktu atau moment, tugas (tujuan dan sasaran pembelian) serta keadaan anteseden (suasana hati dan kondisi sementara konsumen) (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Perbedaan Individu terdiri dari: (1) sumberdaya konsumen, (2) motivasi dan keterlibatan, (3) pengetahuan, (4) sikap dan (5) keperibadian, nilai dan gaya hidup. Sumberdaya konsumen yang digunakan dalam proses pembelian barang dan jasa terdiri dari tiga, yaitu: sumberdaya ekonomi, temporal dan kognitif. Hal ini berarti bahwa pemasar bersaing untuk mendapatkan uang, waktu dan perhatian konsumen. Persepsi konsumen mengenai sumberdaya yang tersedia mungkin mempengaruhi ketersediaan untuk menggunakan uang dan waktu untuk produk. Motivasi yaitu suatu dorongan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang diarahkan pada tujuan memperoleh kepuasan. Sedangkan keterlibatan mengacu pada tingkat hubungan yang didasari dalam tindakan pembelian dan konsumsi (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai kumpulan informasi yang disimpan dalam ingatan konsumen. Pengetahuan konsumen terbagi ke dalam tiga kategori yaitu: (1) pengetahuan produk mencakup atribut produk dan kepercayaan merek, (2) pengetahuan membeli (di mana dan kapan membeli) dan (3) pengetahuan pemakaian (dari iklan dan ingatan konsumen). Pengetahuan terbentuk melalui proses pembelajaran. Proses belajar pada suatu pembelian terjadi apabila konsumen ingin memperoleh suatu kepuasan, atau sebaliknya tidak terjadi apabila konsumen merasa dikecewakan oleh produk yang kurang baik (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Sikap merupakan suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Sikap seseorang mudah terpengaruh untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Sikap ini dilakukan konsumen berdasarkan pandangannya terhadap produk dan proses belajar, baik dari pengalaman maupun dari yang lain (Kotler, 1995).
Kepribadian sebagai karakteristik psikologis yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan tetap terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan ciri-ciri bawaan seperti percaya diri, otonomi, dominasi, perbedaan kondisi sosial, pembelaan diri dan kemampuan beradaptasi (Kotler, 1995) Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat. Nilai bisa berarti sebuah kepercayaan tentang suatu hal, namun nilai bukan hanya kepercayaan. Nilai biasanya jumlahnya relatif lebih sedikit. Nilai mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang sesuai dengan kepercayaannya. Nilai biasanya berlangsung lama dan sulit berubah. Nilai tidak terkait dengan suatu objek atau situasi. Nilai diterima oleh masyarakat. Gaya hidup adalah pola di mana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Bentuk operasional gaya hidup ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini seseorang (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Proses Psikologis memiliki tiga tahapan, yaitu (1) pengolahan informasi, (2) proses pembelajaran dan (3) perubahan sikap dan perilaku konsumen. Pengolahan informasi merupakan proses dimana rangsangan pemasaran diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan dan kemudian diambil lagi oleh konsumen untuk menilai alternatif-alternatif produk. Pengalaman konsumen didalam melakukan pembelian dapat menyebabkan perubahan dalam pengetahuan dan sikap. Proses ini disebut proses pembelajaran. Kedua proses di atas akan menyebabkan perubahan sikap konsumen (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995). Program televisi sering menimbulkan pemicu psikologis pada penonton (misalnya, keinginan besar) yang mempengaruhi dampak pada iklan berikutnya.
Atribut produk dibedakan ke dalam atribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik menggambarkan ciri-ciri fisik dari suatu produk. Atribut abstrak menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen (Sumarwan, 2003). Atribut produk terdiri dari: (1) mutu, (2) merek, (3) kemasan, dan (4) label. Mutu merupakan keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat (Kotler, 1997). Mutu produk menunjukkan kemampuan sebuah produk untuk menjalankan fungsinya (Kotler dan Armstrong, 1995).
Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol atau disain, atau kombinasi dari semuanya ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan dari produk atau jasa pesaing. Konsumen memandang sebuah merek sebagai bagian yang penting dari produk dan pemberian merek dapat menambah nilai produk. Nama merek yang kuat memiliki kesetiaan konsumen yang kuat (Kotler dan Armstrong, 1995).
Kemasan merupakan wadah-kemas atau pembungkus yang dirancang atau diproduksi untuk suatu produk. Fungsi utama kemasan adalah sebagai tempat produk, akan tetapi pada akhir-akhir ini kemasan harus menjalankan banyak fungsi penjualan, mulai dari menarik perhatian hingga mendeskripsikan produk sampai pada membuat penjualan. Kemasan yang dirancang dengan baik, mempunyai kemampuan untuk secara langsung membuat para konsumen mengenal perusahaan atau merek (Kotler dan Armstrong, 1995).
Label adalah bagian dari kemasan dan merupakan informasi tercetak yang memuat keterangan mengenai produk yang bersangkutan, yang tampak pada atau bersatu dengan kemasan. Label mempunyai berbagai fungsi, penjual harus memutuskan label yang mana yang harus digunakan. Label mengidentifikasikan produk atau merek, mendeskripsikan beberapa hal tentang produk, dan mempromosikan produk melalui grafirnya yang menarik (Kotler dan Armstrong, 1995).


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dibahas dan disajikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1) Televisi merupakan sumber informasi konsumen untuk mendapatkan shampo antiketombe dan sekaligus sebagai media yang sangat mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli shampo antiketombe.
2) Konsumen menjadikan manfaat fungsional dan harga sebagai pertimbangan awal dalam membeli shampo antiketombe, sementara kecocokan dengan rambut dan kulit kepala menjadi alasan konsumen memilih merek shampo antiketombe favorit.
3) Keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang terdiri dari faktor keluarga, pengetahuan tentang produk, gaya hidup, busa dan sistem distribusi.
4) Konsumen menilai kualitas shampo antiketombe yang dikonsumsi masih buruk atau kurang bisa menghilangkan ketombe. Manfaat khusus yang diharapkan dari shampo antiketombe dianggap biasa saja atau tidak terlalu dirasakan oleh konsumen. Shampo antiketombe yang dikonsumsi dinilai cukup wangi, kental, mereknya terkenal dan kemasan menarik.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diberikan beberapa saran yang perlu kiranya mendapat perhatian dari pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut :
1) Bagi produsen shampo antiketombe yang ingin memperkenalkan produk shampo antiketombe, sebaiknya menggunakan media informasi berupa iklan di televisi.
2) Bagi perusahaan shampo antiketombe, hendaknya lebih bijaksana dalam menetapkan harga sehingga konsumen tetap dapat membeli merek-merek favoritnya.
3) Mengingat bahwa masih banyak konsumen yang belum merasakan kualitas dari shampo antiketombe sebagai pencegah ketombe, maka disarankan supaya produsen meningkatkan manfaat kemampuan menghilangkan ketombe pada shampo antiketombe yang ditawarkan.
4) Melihat bahwa manfaat khusus dari shampo antiketombe masih pada rata-rata atau belum terlalu dirasakan oleh konsumen, maka pihak produsen shampo antiketombe sebaiknya terus melakukan riset-riset dan pengembangan produk untuk memberikan manfaat khusus yang diinginkan konsumen.

3.2 Daftar Pustaka
http//www.PRCM@Pikiran-Rakyat.com
Yahyu, Resna (2007), “Analisis Perilaku Konsumen Wanita dalam Pembelian Shampo Antiketombe di Kotamadya Bogor”.


Tugas ini ditujukan kepada Bpk. Seno Sudarmono Hadi

Minggu, 09 Oktober 2011

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang Masalah

> Fenomena
Pada beberapa tahun terakhir memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan pasar modern sudah menjadi tuntutan dan gaya hidup modern yang berkembang dimasyarakat kita. Hal ini terjadi karena pasar modern mulai bersaing dengan harga produk yang lebih murah dari pada dipasar tradisional. Secara persentase dari tahun 2007 hingga 2008, pertumbuhan pasar modern lebih tinggi dibandingkan dengan persentase pasar tradisional, yaitu pasar modern tumbuh 14 persen, sedangkan pasar tradisional hanya 3 persen. Namun, dalam hitungan jumlah, pasar tradisional jumlahnya masih lebih banyak, yaitu 58.855 unit, sementara pasar modern hanya 1.061 unit.

> Riset terdahulu
Hendrikus Arinanda, 2009, Analisis variabel pembentuk kepuasan konsumen pada ritel minimarket Alfamart dan Indomaret di wilayah Pesanggrahan Jakarta Selatan. Padyan Khatimi, 2011, Pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui perilaku konsumen dalam memilih tempat belanja ditinjau dari faktor kualitas barang, kelengkapan barang, jarak dan waktu buka (studi kasus pada masyarakat di kota Depok).

> Motivasi penelitian
Berdasarkan feomena dan riset terdahulu (Hendrikus Arinanda, 2009) dan (Padyan Khatimi, 2011) maka penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pemilihan tempat belanja di kota Bekasi merupakan motivasi penelitian.

2.Perumusan Masalah
Berdasarkan motivasi penelitian, maka perumusan masalahnya (Analisis faktor –faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pemilihan tempat belanja di kota Bekasi).

> Masalah
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pemilihan tempat belanja di kota Bekasi ?

> Tujuan
Untuk melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pemilihan tempat belanja di kota Bekasi.

3.Daftar Pustaka
http://library.gunadarma.ac.id/

Tugas ini ditujukan kepada Bpk. Prihantoro

Senin, 03 Oktober 2011

ANALISIS JURNAL

ANALISIS JURNAL I
1) Judul, Nama Pengarang, Tahun
Analisis Pengaruh Harga, Motivasi Konsumen, dan Tempat terhadap Keputusan Pembelian (Studi pada pengunjung pujasera “Jaya Makmur” di Semarang); Novian Rezka M.; 2011
2) Tema
3) Latar Belakang Masalah
 Fenomena
Sejak dahulu makanan menempati urutan teratas dalam pemenuhan kebutuhan manusia, sehingga masalah pangan dikategorikan ke dalam kebutuhan primer atau kebutuhan pokok. Dengan alasan itu, manusia tidak dapat melepaskan kebutuhannya untuk makan, karena hanya dengan makan manusia dapat melangsungkan hidup. Dalam menikmati hidangan atau makanan, setiap orang memiliki cara yang berbeda untuk memenuhinya. Cara tersebut dapat dengan memilih rumah makan yang indah dengan pelayanan yang mewah. Sebagian konsumen ada yang beranggapan daripada makan makanan yang mewah dan mahal tetapi tidak lezat rasanya, lebih baik memilih rumah makan yang biasa tetapi cukup lezat sesuai dengan selera mereka.
 Penelitian Sebelumnya
Sri Lestari Kurniawati, Laila Saleh, dan Umi Sundari (2000) melakukan penelitian tentang “Analisis terhadap beberapa variabel yang mempengaruhi frekuensi kunjungan konsumen bisnis waralaba siap saji McDonals di outlet Plaza Surabaya”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 5 variabel bebas yaitu produk, harga, promosi, tempat, dan gengsi secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh positif terhadap frekuensi kunjungan, dimana sig f adalah 0,0720 ( > sig 50% ).
 Motivasi Penelitian
Jumlah pembeli di pujasera “Jaya Makmur” mengalami fluktuasi (naik turun).
4) Masalah
Pengaruh harga, motivasi konsumen, dan tempat terhadap keputusan pembelian di pujasera “Jaya Makmur” di Semarang.
5) Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh harga, motivasi konsumen, dan tempat terhadap keputuan pembelian di pujasera “Jaya Makmur” di Semarang.
6) Metodologi Penelitian
 Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapat dari hasil wawancara dengan pemilik warung makan dan juga hasil pengisian kuesioner oleh konsumen pujasera tersebut.
 Variabel
Identitas responden, pengaruh harga terhadap keputusan pembelian, pengaruh motivasi konsumen terhadap keputusan pembelian, pengaruh lokasi warung makan terhadap keputusan pembelian, dan keputusan pembelian.
 Tahapan Penelitian
Survey kuesioner, wawancara, dan observasi.
 Model Penelitian


7) Hipotesis
8) Hasil dan Analisis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel harga, motivasi konsumen, dan lokasi/ tempat secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
9) Rekomendasi dan Implikasi


ANALISIS JURNAL II
1. Judul, Nama Pengarang, Tahun
Analisis Pengaruh Kualitas Produk dan Kualitas Pelayanan terhadap Keputusan Pembelian pada Restoran Waroeng Taman Singosari di Semarang; Ridwan Zia Kusumah, 2011.
2. Tema
3. Latar Belakang Masalah
 Fenomena
Semakin menjamurnya bisnis food service berimbas pada Kota Semarang. Hal ini menandakan semakin bergairahnya minat pelaku usaha di Semarang untuk berinvestasi di kategori ini. Berdasarkan data dari www.semarang.go.id usaha food service bersama-sama sektor usaha perdagangan dan hotel menyumbang kontribusi PDRB terbesar pada tahun 2009, yaitu sebesar 29,86%. Tak hanya itu, perkembangan jumlah usaha bisnis food service tersebut semakin meningkat tiap tahunnya.
 Penelitian Sebelumnya
Bekti Setiawati (2006) melakukan penelitian tentang “Analisis Pengaruh Kualitas Produk dan Promosi terhadap Keputusan Pembelian Kerupuk Rambak Dwijoyo di desa Penanggulan kec. Pagandon kab. Kendal” . Dan hasilnya kualitas produk dan promosi berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
 Motivasi Penelitian
Masih kurang optimal sistem baru yang telah dijalankan oleh pihak Manajemen Watasi saat ini.
4. Masalah
Penurunan tingkat penjualan dari bulan Januari 2010 – Januari 2011 karena adanya fluktuasi jumlah customer yang cenderung ke arah penurunan selama periode bulan Januari 2010 – Januari 2011.
5. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas pelayanan, kualitas produk terhadap keputusan pembelian di Restoran Waroeng Taman Singosari Semarang.
6. Metodologi Penelitian
 Data
Data primer (hasil tabulasi dari jawaban responden), data sekunder (data yang diperoleh secara tidak langsung).
 Variabel
Variabel dependen (keputusan pembelian), variabel independen (kualitas produk dan kualitas pelayanan).
 Tahapan Penelitian
Kuesioner, observasi, studi pustaka.
 Model Penelitian


7. Hipotesis
8. Hasil dan Analisis
9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas produk dan kualitas pelayanan secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
10. Rekomendasi dan Implikasi


ANALISIS JURNAL III
1. Judul, Nama Pengarang, Tahun
Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas Layanan, Harga, dan Tempat terhadap Keputusan Pembelian (Studi pada Rumah Makan “Soto Angkring Mas Boed” di Semarang); Ika Putri Iswayanti; 2010.
2. Tema
3. Latar Belakang Masalah
 Fenomena
Selain pelayanan, harga juga merupakan variabel penting dalam pemasaran. Dan faktor lokasi atau tempat juga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan suatu bisnis.
 Penelitian Sebelumnya
Setiadi Doni (2008) melakukan pen
elitian tentang “Analisis pengaruh kualitas jasa, harga, tempat yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian R.M. Noroyono di Purwodadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas jasa memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian dengan koefisien sebesar 0,371. Diantara ketiga variabel yang mempengaruhi keputusan pembelian, variabel kualitas jasa memiliki pengaruh yang cukup moderat terhadap keputusan pembelian.
 Motivasi Penelitian
Terjadi fluktuasi di setiap bulan.
4. Masalah
Pengaruh kualitas produk, kualitas layanan, harga, dan tempat terhadap keputusan pembelian di Rumah Makan Soto Angkring Mas Boed di Semarang.
5. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh kualitas produk, kualitas layanan, harga, dan tempat terhadap keputusan pembelian di Rumah Makan Soto Angkring Mas Boed di Semarang.
6. Metodologi Penelitian
 Data
Data primer dan data sekunder.
 Variabel
Dependen (keputusan pembelian), Independen (kualitas produk, kualitas layanan, harga, dan tempat).
 Tahapan Penelitian
 Model Penelitian


7. Hipotesis
8. Hasil dan Analisis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas produk, kualitas layanan, harga, dan tempat mempunyai hubungan yang positif dengan keputusan pembelian konsumen Rumah Makan “Soto Angkring Mas Boed”.
9. Rekomendasi dan Implikasi
Untuk penelitian yang akan datang disarankan untuk menambah variabel independen lainnya, yang tentunya dapat mempengaruhi variabel dependen keputusan pembelian agar lebih melengkapi penelitian ini, karena masih ada variabel-variabel independen lain di luar penelitian ini yang mungkin bisa mempengaruhi keputusan pembelian.

Nama : Nuraeni
Kelas : 3EA11
Mata Kuliah : Metode Riset

Tugas ini ditujukan kepada Bpk. Prihantoro.

Sabtu, 24 September 2011

ANALISIS JURNAL

ANALISIS JURNAL I

1) Judul, Nama Pengarang, Tahun
Analisis Pengaruh Harga, Produk, Kebersihan, dan Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi kasus pada Restoran MamamiaCabang Mrican Semarang ; Ryan Nur Harjanto ; 2010.

2) Tema
Kepuasan Pelanggan di berbagai Tempat Makan.

3) Latar Belakang Masalah
 Fenomena
Semakin maraknya bisnis restoran ditunjukkan dengan perkembangan jumlah restoran dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Departemen Pariwisata dan Perhubungan Semarang, menunjukkan jumlah restoran pada tahun 2006-2009 sebanyak 17.905, 18.889, 21.278, dan 23.667. (Sumber : Departemen Pariwisata dan Perhubungan Semarang, 2010) Restoran Mamamia Cabang Mrican Semarang merupakan salah satu restoran yang menghadapi ketatnya persaingan bisnis restoran pada saat ini. Munculnya pesaing-pesaing sangat menyulitkan posisi restoran tersebut.

 Penelitian Sebelumnya
Rayi Endah K. (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh kualitas layanan, kualitas produk dan harga terhadap kepuasan pelanggan Restoran Warung Taman Singosari Semarang. Kepuasan pelanggan diposisikan sebagai variable dependen, sedangkan kualitas layanan, kualitas produk dan harga sebagai variable independen yang diduga mempengaruhi kepuasan pelanggan.

 Motivasi Penelitian
Perbaikan kualitas restoran guna memenuhi kepuasan pelanggan.

4) Masalah
Jumlah pengunjung yang mengalami penurunan selama tahun 2006-2009 (Sumber : data primer diolah, 2010). Seberapa besar pengaruh faktor harga, faktor produk, faktor kebersihan, dan faktor kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan di Restoran Mamania Cabang Mrican Semarang.

5) Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh faktor harga, faktor produk, faktor kebersihan, dan faktor pelayanan terhadap kepuasan pelanggan pada Restoran Mamamia Cabang Mrican Semarang.


ANALISIS JURNAL II

1. Judul, Nama Pengarang, Tahun
Analisis Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus pada Rumah Makan Pondok Laras di Kelapa Dua, Depok) ; Bernadine ; 2005)

2. Tema
Kepuasan Pelanggan di Berbagai Tempat Makan

3. Latar Belakang Masalah
 Fenomena
Kondisi perekonomian nasional yang sedang mengalami recovery pada dewasa ini antara lain ditandai oleh berkembangnya usaha-usaha baru di berbagai bidang. Hal ini memicu semakin tajamnya persaingan antar industri maupun antar perusahaan dalam suatu industri, baik industri penghasil barang maupun jasa. Pada situasi persaingan ini, setiap perusahaan dituntut untuk mampu mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ekonominya guna meningkatkan daya saing produknya di pasar.

 Penelitian Sebelumnya
Simamora (2004), skala likert disebut juga summated rating scale yang banyak digunakan karena memberi peluang kepada responden untuk mengekpresikan perasaan mereka dalam bentuk persetujuan terhadap suatu pernyataan secara berjenjang.

 Motivasi Penelitian
Lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan, dengan harapan agar pelanggan memperoleh kepuasan.

4. Masalah
Bagaimana penerapan lima dimensi kualitas layanan pada pengelolaan layanan di Rumah Makan Pondok Laras dalam upaya memuaskan pelanggannya ? Bagaimana ketepatan prioritas layanan dalam memuaskan kebutuhan pelanggan dan seberapa signifikan pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan ?

5. Tujuan Penelitian
Terketahuinya tingkat kesesuaian antara kepentingan pelanggan dan kinerja layanan rumah makan ini dalam upaya memuaskan pelanggannya serta terukurnya tingkat signifikansi pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan.


ANALISIS JURNAL III

1. Judul, Nama Pengarang, Tahun
Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kualitas Pelanggan di Pizza Hut Gatot Subroto Denpasara ; Wayan Arya Paramarta ;

2. Tema
Kepuasan Pelanggan di Bernagai Tempat Makan

3. Latar Belakang Masalah
 Fenomena
Dapat dijelaskan bahwa instrumen untuk mengukur persepsi pelanggan tentang kualitas dari suatu pelayanan mempergunakan lima dimensi dalam mengukur kualitas pelayanan, antara lain : tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy.

 Penelitian Sebelumnya
Kusmayati (2005) menyatakan bahwa dimensi empathy dan tangibles mempengaruhi kepuasan pasien di Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Sanglah, sedangkan dimensi reliability responsivenessdan assurance tidak signifikan mempengaruhi kepuasan pasien di Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Sanglah.

 Motivasi Penelitian
Meningkatkan pelayanan yang berkualitas agar dapat memberikan kepuasan kepada para pelanggannya.

4. Masalah
Bagaimanakah pengaruh Tangibles, Reliability, Responsiveness, Asurance, dan Empathy terhadap kepuasan pelanggan Pizza Hut di Jalan Gatot Subroto Denpasar ?

5. Tujuan Penelitian
Menjelaskan pengaruh Tangibles, Reliability, Responsiveness, Asurance, dan Empathy terhadap kepuasan pelanggan Pizza Hut di Jalan Gatot Subroto Denpasar ?

Nama : Nuraeni
Kelas : 3EA11
NPM : 16209182
Tugas : Metode Riset

Kamis, 12 Mei 2011

Perokok Itu Tidak Keren

Jakarta, Siapa bilang orang yang merokok itu keren? Rokok tidaklah sekeren iklan atau saat Anda memegangnya dengan dua buah jari. Bahaya rokok bahkan bisa merusak penampilan dan membuat Anda menjadi tidak keren.

Bahaya rokok yang merusak jantung, paru, otak sudah banyak diketahui orang. Tapi efek merokok juga bikin buruk rupa alias penampilan yang tidak keren.

Berikut beberapa alasan mengapa perokok itu tidak keren, seperti dilansir Health24, Kamis (12/5/2011):

1. Rokok bikin napas bau
Orang yang baru saja merokok baunya bisa ketahuan. Jangankan si perokok, berdiri atau berada di dekat orang yang merokok pun bisa membuat badan bau asap. Dan perokok umumnya memiliki bau napas yang tidak enak.

Bau yang susah hilang ini karena asap rokok terbuat dari rantai molekul yang panjang, sehingga butuh waktu yang lama atau sulit untuk dihilangkan terutama pada kain. Selain itu asap rokok yang dihasilkan umumnya mengandung banyak zat atau residu.

2. Rokok bikin cepat botak
Rokok tak hanya menyebabkan penyakit serius seperti jantung, paru-paru atau kanker, tetapi juga membuat rambut rontok yang berpotensi mempercepat kebotakan. Merokok telah ditemukan dapat meningkatkan kadar hormon yang bertanggung jawab untuk kerontokan rambut pada pria.

3. Rokok bikin gigi kuning
Nikotin dalam rokok bisa menodai gigi dan membuat warnanya terlihat tidak bersih. Bisa saja si perokok mempunyai gigi putih dengan pergi ke dokter gigi tapi tentu saja harus mengeluarkan biaya rutin yang tidak murah.

4. Rokok bikin cepat keriput
Merokok bisa mempercepat proses penuaan. Perokok terlihat 1,4 tahun lebih tua daripada yang bukan perokok.

5. Rokok bikin gigi gampang copot
Merokok membuat masalah besar terhadap gigi termasuk risiko kanker mulut dan penyakit gusi. Studi di Inggris tahun 2005 yang dimuat dalam Journal of Clinical Periodonti menyebutkan, perokok enam kali lebih besar mengalami penyakit gusi yang dapat menyebabkan hilangnya gigi.

6. Perokok dapat tempat duduk yang buruk di beberapa tempat
Ruangan merokok biasanya kecil, bau, mengerikan dan sering terselip di belakang meja dan di dekat toilet.

7. Rokok bikin impotensi
Merokok mengurangi aliran pembuluh darah perifer dan aliran darah yang diperlukan untuk mencapai ereksi, sehingga alirah darah bisa menjadi tersumbat dan membuat perokok mengalami impotensi atau disfungsi ereksi. Hal ini tampaknya menjadi harga yang sangat tinggi untuk membayar sebungkus rokok.

10 Rahasia Tersembunyi Surat Lamaran

APAKAH Anda selalu membuat surat lamaran dengan lengkap hingga berlembar-lembar? Mungkin ini bukan strategi yang baik. Ada banyak hal yang disembunyikan oleh bagian perekrutan sebuah berbagai perusahaan di Amerika yang ingin kami bagi untuk Anda.

1. Setelah Anda menuliskan bahwa Anda telah menganggur selama 6 bulan bahkan lebih, kami menganggap Anda tidak produktif. Kami berasumsi orang lain telah melampaui Anda, jadi kami tidak mau berurusan dengan Anda. - Cynthia Shapiro, penulis buku Corporate Confidential: 50 Secrets Your Company Doesn’t Want You to Know.

2. Ketika Anda datang untuk wawancara dan ingin mendapatkan pekerjaan yang maha penting, kami tidak peduli sebagus apapun lamaran Anda atau sehebat apapun pengalaman Anda. Yang penting adalah koneksi. - Pemimpin Bagian Sumber Daya Manusia kantor Pelayanan Kesehatan.

3. Ketika Anda menginginkan untuk bekerja di sebuah perusahaan yang spesifik, cara terbaik yang perlu Anda lakukan adalah menghindari bagian sumber daya manusia atau bagian rekrutmen. Temui orang yang sudah bekerja di perusahaan itu atau langsung temui manajer rekrutmen. - Shauna Moerke, administrator sumber daya manusia dan penulis blogs hrminion.com di Alabama.

4. Orang menganggap ada seseorang yang membaca surat lamarannya. Saya bahkan tidak membaca surat lamaran dalam 11 tahun ini. Pemimpin bagian sumber daya manusia sebuah perusahaan jasa keuangan.

5. Kami akan menilai Anda berdasarkan alamat surat elektronik yang tidak pantas seperti misalnya johnnylikestodrink@gmail.com atau sarahsukakencan@hotmail.com. - Kaya DeMatteo, konsultan perekrut di Philadelphia.

6. Jika usia Anda sudah melebihi 50 atau 60 tahun. Jangan sebutkan tahun kelulusan Anda di surat lamaran atau CV Anda. - Profesional HR di North Carolina.

7. Ada mitos bahwa lamaran hanyalah satu halaman. Jadi jika ada seseorang yang mengirimkan dua lembar, tidak akan ada yang membacaranya. - Pemimpin bagian sumber daya manusia sebuah perusahaan jasa keuangan.

8. Saya selalu membaca lamaran dari bawah ke atas. Saya tidak masalah mesti membaca dua halaman surat lamaran, tetapi kalau tiga halaman, saya akan membuangnya. –Sharlyn Lauby, konsultan di Fort Lauderdale, Florida

9. Jika Anda melamar menggunakan surat elektronik, gunakanlah judul sesuai posisi yang Anda inginkan atau Anda lamar. Kami akan mudah menelurusinya. -Chris Ferdiandi, profesional HR di Boston.

10. Jangan ada noda di surat lamaran Anda, ini menunjukkan Anda ceroboh. Ketika saya melihat sedikit noda mungkin saya hanya hanya akan menyeringai. Tetapi ketika saya melihat banyak, saya tidak ragu-ragu untuk membuang surat lamaran Anda. - Rich DeMatteo. (Eno/OL-05)

Rambut Orang Indonesia Lebih Sensitif?

Rambut mungkin sama hitam, tetapi rambut masyarakat Indonesia dibanding dengan negara Asia lain, contohnya China, punya karakteristik berbeda, apalagi jika dibandingkan dengan rambut masyarakat Eropa. Karena itu dibutuhkan penanganan yang berbeda pula. Seperti apa perbedaannya?

Veronique Schwartz, L'Oreal Head of Research and Innovation South East Asia mengungkap, karakteristik rambut manusia di setiap wilayah daerah berbeda-beda. "Rambut penduduk Asia secara umum memiliki karakteristik tebal, bulat (jika dilihat dari potongan melintang), dan lurus," jelas Veronique saat peluncuran sampo terbaru L'Oreal Paris, berjuluk Total Repair 5. Sementara untuk jenis rambut orang Eropa, ciri umumnya adalah tipis, oval (saat dilihat dari potongan melintang), dan bervariasi keriting-lurus.

Ditambahkan Veronique, tipe-tipe rambut di masing-masing wilayah Asia pun banyak yang berbeda. Contohnya, di wilayah China, Filipina, Vietnam, Kamboja, dan sekitarnya, rata-rata memiliki ketebalan menengah dan lurus. Sementara di wilayah sekitar wilayah Malaysia dan Indonesia, memiliki warna rambut yang lebih intens, tipis, dan tingkat keriting level 2 dan 3.

Di presentasi yang dilangsungkan di W Hotel, Seminyak, Bali, Selasa, 26 April 2011 itu Veronique menjelaskan, perbedaan rambut orang Asia juga berbeda dalam hal tingkat kerusakan. Jika dibuat grafik kehalusan hingga kekasaran rambut rusak pada rambut orang Kaukasia dan orang Asia, akan terlihat rambut orang Kaukasia masih lebih halus dan sehat. Artinya, dalam keadaan rusak pun, rambut orang Asia butuh perawatan yang lebih intensif dan lebih khusus.

Bagi wanita Indonesia, menurut penelitian yang dilakukan L'Oreal, terdapat 5 keluhan terhadap rambut yang paling terutama; kasar, kering, rontok, ujung bercabang, dan kusam. Indarto Sutardi, Group Product Manager L'Oreal Paris untuk Hair Category usai konferensi pers peluncuran sampo Total Repair 5 yang dilangsungkan di W Hotel, Seminyak, Bali, 26 April 2011 mengatakan, "Jika dibandingkan dengan rambut masyarakat Asia lainnya, seharusnya rambut masyarakat Indonesia itu tergolong tebal dan subur. Namun, pada kenyataan, justru Indonesia punya keluhan masalah rambut yang cukup banyak."

Menurut Veronique, rambut orang Indonesia lebih sensitif ketimbang rambut masyarakat dari wilayah lain. Alasannya;
1. Secara genetis memiliki rambut yang tipis.
2. Sering mencuci rambut lebih dari 1 kali dalam sehari.
3. Eksposur sinar matahari yang terus menerus.
4. Kegemaran untuk meluruskan atau pewarnaan rambut.

Tak hanya masalah fisik seperti yang disebutkan di atas, masalah pengetahuan pun turut menyumbangkan efek pada rambut penduduk Indonesia. Dari hasil penelitian L'Oreal yang melibatkan sekitar 300 responden usia 18-50 tahun, hampir 100 persennya mengatakan, hanya mengandalkan shampo untuk perawatan rambut. Hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi L'Oreal, karena bagi rambut rusak, penggunaan sampo yang dibarengi kondisioner dan masker adalah hal yang diperlukan. Kurangnya pengetahuan akan hal ini, menurut Indarto menjadi salah satu alasan terutama kerusakan rambut di Indonesia. Penting untuk menggunakan rangkaian perawatan rambut yang tepat dan sesuai dengan karakteristik dan masalah yang dihadapi rambut.

Sembilan Mitos Kecantikan

Aplikasikan tabir surya 30 menit sebelum terpapar sinar matahari. Hanya dokter kulit yang bisa membersihkan pori-pori secara menyeluruh. Gunakan masker seminggu sekali untuk mendapatkan kulit yang bersinar. "Salah, salah, dan salah," kata Ellen Marmur, MD, kepada divisi dermatologi dan operasi plastik Mount Sinai Medical Center, New York. Dalam bukunya, Simple Skin Beauty, Marmur menjernihkan beberapa miskonsepsi seputar kulit.

1. Hanya facial yang membersihkan pori-pori secara menyeluruh.
Saya benci merusak guilty pleasure Anda, tapi pembersihan pori-pori secara menyeluruh melalui facial adalah sebuah mitos. Meskipun facial sangat memanjakan, perawatan tersebut sesungguhnya benar-benar tidak dibutuhkan. Coba kita ingat kembali rasa sakit selama proses membersihkan pori-pori. Semua orang berpikir tindakan pencungkilan ini ajaib, karena bisa mengangkat komedo dan jerawat. Padahal, yang terjadi hanyalah bentuk manual pengelupasan kulit. Banyak yang tidak pernah memikirkan bahwa pengorekan paksa ini sebenarnya sangat berlebihan, penuh risiko, dan bisa jadi membahayakan. Memberikan tekanan begitu besar pada pori-pori akan membuat minyak dan bakteri jinak melesat jauh ke dasar jaringan kulit. Robekan yang dihasilkan pun dapat menyebabkan efek terbakar pada kulit dan sangat mungkin meninggalkan bekas luka atau kista, khususnya untuk jenis kulit gelap.

2. Memakai foundation dan tabir surya akan melindungi kulit dari sinar UV.
Memang benar, mengaplikasikan make-up yang mengandung SPF lebih baik daripada tidak sama sekali. Namun, akan lebih efektif jika memakai tabir surya untuk wajah. Kita tidak bisa main-main saat berurusan dengan sinar matahari. Lebih baik aplikasikan make-up ber-SPF di atas tabir surya atau pelembab yang Anda pakai sehari-hari. Misalnya, memakai foundation mengandung mineral, seperti titanium dioksida antisinar matahari, memang bagus. Tapi, lebih baik jika kita kembali mengaplikasikan tabir surya beberapa waktu kemudian, sekaligus memperbaiki riasan kita.

3. Untuk mendapatkan kulit cerah, memakai masker di rumah harus menjadi bagian dari ritual kecantikan Anda.
Memakai masker adalah kegiatan yang menyegarkan, apalagi bisa dilakukan sambil bersantai di depan TV. Tapi, kemungkinan hal tersebut terjadi sangatlah tipis. Dengan kondisi Anda sibuk mengurus empat anak misalnya atau jadwal bekerja yang padat. Bahkan, cenderung tidak bisa terwujud. Begitu juga dengan kemungkinan sebuah masker, baik yang melembapkan kulit atau masker tanah liat yang menyerap minyak, bisa membuat kulit jadi cerah dalam jangka waktu panjang. Dapatkah sebuah masker membuat wajah Anda superlembap dan mengunci kadar air di dalamnya? Ya, tapi hanya sampai masker tersebut dibersihkan. Faktanya, masker hanya akan bekerja seperti lip balm pada wajah: lembaran penutup permukaan yang memberikan rasa kencang dan nyaman. Sayangnya, hanya bersifat sementara.

4. Bahan organik atau alami lebih aman untuk kulit.
Produk perawatan wajah organik memiliki efek yang sama dengan bahan sintetis. Artinya, produk tersebut berpotensi membuat iritasi kulit. Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa bahan alami pun merupakan senyawa kimia. Misalnya, istilah medis vitamin C adalah asam askorbat. Karena itu jika kita melihat vitamin C pada sebuah label, ketahuilah bahwa secara teknis zat tersebut juga bersifat kimiawi. Minyak esensial dan botanikal seperti tea tree oil, menthol, terutama sitrus (asam sitrat alami), juga dapat mencetuskan reaksi alergi atau iritasi. Begitu pula enzim pepaya dan nanas. Elemen-elemen bersifat asam ini, kadarnya akan lebih kuat dalam bentuk yang asli. Itulah sebabnya sangat penting untuk menguji produk apapun, termasuk yang alami, di bagian lengan dalam, sebelum kita menggunakannya di wajah.

5. Kulit kering, pecah-pecah, dan bersisik bukan disebabkan makanan.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa menyantap makanan yang kadar lemaknya tinggi dapat meningkatkam produksi sebum kulit Anda. Inilah yang membuat kulit kita lebih berminyak. Karbohidrat dengan indeks glisemik tinggi (seperti pizza dan kue kering) akan meningkatkan kadar gula dalam darah yang kemudian melepaskan insulin dan androgen, hormon yang memberikan sinyal ke kelenjar minyak untuk memecah diri. Penelitian lain menemukan bahwa mengonsumsi produk turunan susu menimbulkan jerawat (barangkali karena memicu testosteron mengaktifkan kelenjar minyak). Jadi, jika kita sudah berusia di atas 35 tahun dan masih mengalami kulit kering, pecah-pecah, serta bersisik, sebaiknya menghindari produk turunan susu maupun makanan yang diproses dengan kandungan gula dan karbohidrat tinggi. Di lain pihak, cokelat tidak terbukti menjadi penyebab jerawat.

6. Jika memakai tabir surya, kita tidak akan mendapatkan vitamin D.
Semua orang tahu, vitamin D membuat tulang lebih kuat, karena meningkatkan penyerapan kalsium. Vitamin ini juga bermanfaat untuk sistem pertahanan tubuh. Jadi, kulit kita harus tereskpos matahari selama lima sampai 15 menit setiap hari. Penggunaan tabir surya tidak akan mencegah kita mendapatkan vitamin D. Penyakit yang disebabkan kekurangan vitamin D terlalu diberitakan berlebihan. Orang-orang yang harus cemas terhadap kekurangan vitamin D adalah mereka yang harus tinggal di rumah terus-menerus karena sakit atau memiliki masalah dengan penyerapan vitamin D. Jika tidak, sebenarnya Anda harus lebih mencemaskan efek radiasi UV, dibandingkan defisiensi vitamin D.

7. Aplikasikan tabir surya 30 menit sebelum terpapar sinar matahari.
Tabir surya harus dikenakan sebelum terpapar sinar matahari, ini memang benar. Namun, yang menjadi mitos adalah angka 30 menit itu sendiri. Sunblock, khususnya yang berbahan dasar titanium dioksida dan zinc oksida, umumnya bekerja sangat cepat. Cara terbaik untuk membalurkan tabir surya adalah saat kita masih telanjang. Oleskan dalam bentuk titik-titik ke seluruh tubuh, lalu ratakan sebelum memakai busana atau baju renang. Apapun yang Anda kenakan, baju tersebut akan bergeser dan bergerak. Jadi, meskipun tertutup lindungilah setiap senti kulit kita, karena pakaian hanya sanggup menanggung 2-5 SPF.

8. Sering mencuci wajah membuat kulit akan lebih berminyak.
Kulit Anda memiliki mekanisme pertahanan diri secara alamiah dan mengagumkan. Lalu sanggup mempekerjakan sel-sel inflammatory untuk memperbaiki maupun membuat kulit kita nyaman kembali, ketika terluka akibat sengatan sinar matahari atau saat digosok berlebihan. Namun, meningkatkan produksi minyak untuk mengganti yang hilang akibat sering dibersihkan? Tidak ada penelitian yang pernah membuktikan hal tersebut. Kulit kita akan mengalami dehidrasi, bahkan iritasi jika terlalu sering dibersihkan, bukan menghasilkan wajah yang berminyak berlebihan.

9. Lembapkan wajah dengan air, ketika bepergian dengan pesawat agar kulit tidak kering.
Memang benar bahwa lingkungan dengan tingkat kelembapan rendah cenderung mengisap air. Seringkali kadarnya 20 persen lebih rendah, daripada di dalam rumah. Tapi, jika kita menyemprot wajah secara berkala dalam penerbangan yang panjang, air tersebut akan menguap bersamaan dengan pelembap yang ada pada kulit kita sebelum disemprot, dan menjadikan wajah lebih kering dari sebelumnya. Jika kita kerap menggunakan penyemprot wajah, pastikan bahwa airnya mengandung gliserin atau aloe vera. Kedua bahan ini menempel pada kulit dan mengunci kelembapan yang kita percikkan.


Sumber: Majalah MORE Indonesia