BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Rambut adalah mahkota manusia dan perlu dijaga keindahannya dengan melakukan perawatan yang tepat dan cermat. Rambut juga merupakan salah satu bagian penting yang dinilai dari keseluruhan penampilan seseorang. Bila penampilan rambut seseorang indah dipandang, maka kesan yang didapat adalah penampilan keseluruhan dari orang tersebut juga baik. Oleh karena penampilan rambut dirasa cukup penting, maka terkadang orang merasa tidak percaya diri jika mempunyai rambut tidak terawat keindahannya. Apalagi, jika keindahan rambut dihalangi oleh munculnya ketombe pada rambut, yang dapat dikatakan cukup mengganggu. Biasanya, selain membuat rambut tidak indah dan tidak sehat, ketombe juga menyebabkan rasa gatal di kulit kepala dan meninggalkan serpih putih di baju, yang tentu saja membuat semakin tidak percaya diri bila berdekatan dengan orang-orang di sekitarnya.
Ketombe bercirikan terlepasnya serpih-serpih berlebihan dari kulit kepala yang biasanya disertai gatal-gatal (Tjay dan Rahardja, 2002). Ketombe merupakan suatu pertumbuhan berlebihan kulit kepala tanpa peradangan. Ketombe atau yang dalam bahasa medisnya dikenal dengan nama ptiriasis sika (dandruff) banyak diderita oleh penduduk Indonesia yang memiliki iklim tropis, suhu tinggi dan udara lembab. Pada dasarnya penyakit ini disebabkan oleh sejenis kapang (jamur) jenis pytirosporum ovale yang banyak mengenai orang yang memiliki kulit berminyak. Jamur ini menyebabkan rontoknya kulit kepala berbentuk sisik putih.
Ketombe tidak bisa disembuhkan total. Penyakit ini hanya bisa dihilangkan sementara dan dicegah datang lagi dengan merawat secara rutin. Tapi, kemungkinan ia muncul kembali tetap ada dikemudian hari (Fluhr, 2004). Perawatan rambut dan kulit secara rutin agar terhindar dari ketombe tentu memerlukan persediaan shampo antiketombe. Berbicara mengenai shampo antiketombe, produk kosmetik untuk rambut yang satu ini telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan/nyata. Pada awalnya, shampo antiketombe hanya digunakan untuk menghilangkan ketombe pada rambut dan kulit kepala. Namun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan usia, serta pola/gaya hidup manusia yang cenderung tidak sehat, masalah rambut pun semakin banyak, seperti rambut rontok, kusam, berminyak, kering dan masalah-masalah rambut lainnya. Maka produk shampo antiketombe yang sekarang beredar di pasaran, tidak sekedar berfungsi untuk menghilangkan ketombe pada rambut dan kulit kepala, tetapi ada juga yang sekaligus mencegah rambut rontok, melembabkan, mengurangi kelebihan minyak dan sebagainya.
Potensi yang sangat besar dalam bisnis shampo antiketombe perlu disikapi secara tepat oleh produsen. Dalam hal ini penting sekali pemahaman tentang perilaku konsumen. Bagaimana konsumen mengambil keputusan dan apa yang mempengaruhi keputusan konsumen tersebut akan membantu produsen menciptakan produk sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen. Pada akhirnya, produsen siap bersaing untuk menarik konsumen shampo antiketombe, tidak terkecuali wanita usia 15-24 tahun, yang bisa dikatakan tergolong kalangan anak muda yang masuk dalam target pasar shampo antiketombe.
1.2 Perumusan Masalah
Persaingan untuk menarik konsumen antar merek shampo antiketombe pada saat ini semakin ketat. Hal ini didukung dengan semakin banyaknya merek shampo antiketombe yang menawarkan beragam manfaat khusus di samping manfaat utamanya menghilangkan ketombe. Setiap produsen berusaha menciptakan kesan di mata konsumen bahwa produknya yang terbaik atau bila perlu mengubah pola pikir dan perilaku konsumen.
Pengetahuan tentang bagaimana konsumen mengambil keputusan dalam memilih shampo antiketombe yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya sangat penting diketahui oleh produsen dalam menghadapi persaingan. Keputusan pembeian produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui suatu proses dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Proses keputusan pembelian konsumen terdiri dari tahap pengenalan kebutuhan, tahap pencarian informasi, tahap evaluasi alternatif, tahap pembelian dan tahap perilaku pascapembelian. Proses keputusan pembelian konsumen tersebut juga di pengaruhi oleh faktor-faktor seperti faktor perbedaan individu, faktor pengaruh lingkungan, faktor proses psikologis dan atribut produk.
1.3 Landasan Teori
Potensi pasar shampo antiketombe di Indonesia sangat besar. Hal ini salah satunya didukung oleh rentannya penduduk Indonesia menderita ketombe akibat iklimnya yang tropis, suhu tinggi dan udara lembab. Kondisi ini mendorong para produsen untuk memperkenalkan berbagai merek shampo antiketombe yang menawarkan beragam manfaat khusus di samping manfaat utamanya menghilangkan ketombe. Produsen berusaha menciptakan kesan di mata konsumen bahwa produknya yang terbaik dan menyesuaikan produk dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Upaya penyesuaian produk dengan kebutuhan dan keinginan konsumen tentu memerlukan pemahaman tentang perilaku konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merupakan suatu aspek penting yang harus diperhatikan dalam memenuhi dan melayani kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Sumarwan (2003), perilaku konsumen merupakan kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas masing-masing individu yang dilakukan dalam rangka evaluasi, penggunaan atau mengatur barang-barang dan jasa (Nugroho, 2002). Menurut Mangkunegara (2002), perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan dan menggunakan barang-barang ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan.
Sementara itu menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang secara langsung ditujukan untuk mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mengawali dan mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut. Perilaku konsumen mencerminkan tanggapan mereka terhadap berbagai rangsangan, baik dari pemasar berupa rangsangan pemasaran maupun dari diri mereka sendiri yang berupa pengaruh lingkungan, perbedaan individu dan proses psikologis.
2.2 Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan atau lebih (Schiffman dan Kanuk, 2004). Proses keputusan pembelian konsumen menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1994) terdiri dari lima tahap, yaitu: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan evaluasi pascapembelian.
Pengenalan kebutuhan selalu dilewati oleh konsumen sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk. Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi (Sumarwan, 2003).
Timbulnya kebutuhan dapat dipicu oleh stimuli intern, yaitu kebutuhan dasar seseorang yang akan timbul suatu saat pada suatu tingkat tertentu dan menjadi suatu dorongan yang memotivasi orang itu untuk segera memuaskan dorongan tersebut. Selain itu kebutuhan dapat juga berasal dari stimuli ekstern, yaitu lingkungan yang mengkondisikan konsumen untuk mengkonsumsi (Kotler, 1997).
Pencarian informasi didefinisikan sebagai suatu kegiatan termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan (pencarian internal) dan pengetahuan informasi dari pasar (pencarian eksternal). Seberapa besar pencarian yang dilakukan oleh seseorang tergantung pada kekuatan dorongannya, jumlah informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi tambahan, nilai yang ia berikan pada informasi tambahan dan kepuasan yang ia peroleh dari pencarian tersebut. Bila informasi yang didapat dari pencarian internal tidak memadai untuk memberikan arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian eksternal akan dilakukan (Kotler, 1997).
Menurut Kotler (1997), sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari empat kelompok, yaitu:
1.Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan
2.Sumber komersial : iklan, tenaga penjual, pedagang perantara
3.Sumber umum : media massa, organisasi penilai konsumen
4.Sumber pengalaman : penanganan, pemeriksaan penggunaan produk.
Sumber-sumber informasi yang berbeda dapat menuntun konsumen pada keputusan pembelian yang berbeda.
Faktor lain yang mempengaruhi tahap pencarian informasi adalah situasi, ciri-ciri produk, lingkungan eceran dan konsumen itu sendiri. Tekanan waktu merupakan salah satu sumber pengaruh situasi. Situasi pembelian yang mendesak menuntut sedikit waktu untuk melakukan pencarian ekstensif dan teliti. Pencarian ekstensif juga akan dilakukan jika konsumen merasakan adanya perbedaan ciri¬ciri produk diantara merek-merek yang ada. Lingkungan eceran akan mempengaruhi pencarian oleh konsumen karena jarak antara pesaing eceran dapat menentukan banyaknya toko yang menjadi tempat belanja konsumen selama pengambilan keputusan. Terakhir, karakteristik konsumen yang meliputi pengetahuan, keterlibatan, kepercayaan, sikap dan karakteristik demografi akan ikut mempengaruhi tahap pencarian informasi (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995).
Evaluasi alternatif merupakan tahap dimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan membuat pertimbangan nilai yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan. Konsumen harus: (1) menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan, (2) memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan, (3) menilai kinerja dari alternatif yang dipertimbangkan dan (4) memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat suatu pilihan akhir.
Pada pemilihan alternatif, konsumen menggunakan atribut tertentu yang disebut kriteria evaluasi. Kriteria evaluasi yang sering digunakan antara lain harga, kepercayaan konsumen akan merek, dan kriteria asal yang bersifat hedonik (prestise, status). Setelah menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif, maka konsumen memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan. Tahap ini terdiri dari menentukan alternatif-alternatif pilihan, menilai alternatif-alternatif pilihan dan terakhir menyeleksi kaidah keputusan (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995).
Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Termasuk di dalamnya adalah toko di mana dia akan membelinya serta pembayaran yang akan dilakukannya. Apakah dia membayar tunai atau cicilan (Sumarwan, 2003).
Evaluasi pascapembelian dapat berupa konsumen puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk atau merek yang telah dilakukannya. Setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa, konsumen akan memiliki rasa puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk tersebut (Sumarwan, 2003).
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Proses keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga keputusan antara satu konsumen dengan konsumen yang lain berbeda. Faktor-faktor tersebut diantaranya pengaruh lingkungan, pengaruh perbedaan induvidu, pengaruh proses psikologis dan atribut produk.
Pengaruh lingkungan terdiri dari : (1) budaya, (2) kelas sosial, (3) pengaruh pribadi, (4) keluarga dan (5) pengaruh situasi. Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, sikap dan simbol lain yang bermakna yang membantu manusia untuk berkomunikasi, membuat tafsiran dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Walaupun seorang konsumen bebas dalam menentukan pilihan namun karena mereka hidup di lingkungan dengan kebudayaan yang mempunyai batasan-batasan tertentu, maka kebebasan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya dan norma-norma masyarakat tersebut. Budaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam tiga faktor yaitu: (1) budaya mempengaruhi struktur konsumsi, (2) budaya mempengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan dan (3) budaya adalah variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi makna dari sebuah produk (Engel, Blackwell dan miniard, 1994). Budaya juga didefinisikan sebagai hasil kreatifitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Mangkunegara, 2002). Budaya merupakan faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling fundamental (Kotler, 1997).
Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu dengan berbagai nilai, minat dan perilaku pembelian yang sama. Ukuran-ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan masyarakat ke dalam kelas sosial antara lain pendapatan, pendidikan, pekerjaan, kekayaan dan sebagainya. Kelas sosial menunjukan preferensi produk dan pemilihan merek yang berbeda-beda dalam berbagai kategori produk tertentu serta pakaian, perabotan rumah, kegiatan waktu luang dan kendaraan (Kotler, 1997).
Pengaruh pribadi sering memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen. Hal ini diekspresikan baik melalui kelompok acuan atau pun melalui komunikasi lisan. Kelompok acuan ini terbagi dua yaitu kelompok primer seperti keluarga, teman, tetangga dan teman kerja di mana orang tersebut secara terus menerus berinteraksi dengan mereka dan sifatnya cenderung informil. Kelompok sekunder yaitu kelompok yang bersifat lebih formil dan mempunyai interaksi yang tidak begitu rutin seperti kelompok keagamaan, profesi dan kelompok asosiasi perdagangan (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terikat oleh perkawinan, darah (keturunan: anak/cucu) dan adopsi Kelompok orang tersebut biasanya tinggal bersama dalam satu rumah. Namun, bisa saja bahwa semua anggota keluarga tersebut tidak tinggal di dalam satu rumah (Sumarwan, 2003). Keluarga sangat penting dalam perilaku konsumen karena merupakan pemberi pengaruh utama pada sikap dan perilaku individu. Dibandingkan dengan kelompok-kelompok lain dimana seseorang berhubungan langsung, keluarga memainkan peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku manusia (Engel, Blackwell dan miniard, 1994).
Pengaruh situasi dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Situasi dapat memberikan pengaruh yang kuat dalam perilaku konsumen. Perilaku berubah ketika situasi berubah. Pengaruh situasi dapat timbul dari lingkungan fisik (lokasi, tata ruang, suara, warna ), lingkungan sosial (orang lain), waktu atau moment, tugas (tujuan dan sasaran pembelian) serta keadaan anteseden (suasana hati dan kondisi sementara konsumen) (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Perbedaan Individu terdiri dari: (1) sumberdaya konsumen, (2) motivasi dan keterlibatan, (3) pengetahuan, (4) sikap dan (5) keperibadian, nilai dan gaya hidup. Sumberdaya konsumen yang digunakan dalam proses pembelian barang dan jasa terdiri dari tiga, yaitu: sumberdaya ekonomi, temporal dan kognitif. Hal ini berarti bahwa pemasar bersaing untuk mendapatkan uang, waktu dan perhatian konsumen. Persepsi konsumen mengenai sumberdaya yang tersedia mungkin mempengaruhi ketersediaan untuk menggunakan uang dan waktu untuk produk. Motivasi yaitu suatu dorongan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang diarahkan pada tujuan memperoleh kepuasan. Sedangkan keterlibatan mengacu pada tingkat hubungan yang didasari dalam tindakan pembelian dan konsumsi (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai kumpulan informasi yang disimpan dalam ingatan konsumen. Pengetahuan konsumen terbagi ke dalam tiga kategori yaitu: (1) pengetahuan produk mencakup atribut produk dan kepercayaan merek, (2) pengetahuan membeli (di mana dan kapan membeli) dan (3) pengetahuan pemakaian (dari iklan dan ingatan konsumen). Pengetahuan terbentuk melalui proses pembelajaran. Proses belajar pada suatu pembelian terjadi apabila konsumen ingin memperoleh suatu kepuasan, atau sebaliknya tidak terjadi apabila konsumen merasa dikecewakan oleh produk yang kurang baik (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Sikap merupakan suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Sikap seseorang mudah terpengaruh untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Sikap ini dilakukan konsumen berdasarkan pandangannya terhadap produk dan proses belajar, baik dari pengalaman maupun dari yang lain (Kotler, 1995).
Kepribadian sebagai karakteristik psikologis yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan tetap terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan ciri-ciri bawaan seperti percaya diri, otonomi, dominasi, perbedaan kondisi sosial, pembelaan diri dan kemampuan beradaptasi (Kotler, 1995) Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat. Nilai bisa berarti sebuah kepercayaan tentang suatu hal, namun nilai bukan hanya kepercayaan. Nilai biasanya jumlahnya relatif lebih sedikit. Nilai mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang sesuai dengan kepercayaannya. Nilai biasanya berlangsung lama dan sulit berubah. Nilai tidak terkait dengan suatu objek atau situasi. Nilai diterima oleh masyarakat. Gaya hidup adalah pola di mana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Bentuk operasional gaya hidup ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini seseorang (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Proses Psikologis memiliki tiga tahapan, yaitu (1) pengolahan informasi, (2) proses pembelajaran dan (3) perubahan sikap dan perilaku konsumen. Pengolahan informasi merupakan proses dimana rangsangan pemasaran diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan dan kemudian diambil lagi oleh konsumen untuk menilai alternatif-alternatif produk. Pengalaman konsumen didalam melakukan pembelian dapat menyebabkan perubahan dalam pengetahuan dan sikap. Proses ini disebut proses pembelajaran. Kedua proses di atas akan menyebabkan perubahan sikap konsumen (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995). Program televisi sering menimbulkan pemicu psikologis pada penonton (misalnya, keinginan besar) yang mempengaruhi dampak pada iklan berikutnya.
Atribut produk dibedakan ke dalam atribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik menggambarkan ciri-ciri fisik dari suatu produk. Atribut abstrak menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen (Sumarwan, 2003). Atribut produk terdiri dari: (1) mutu, (2) merek, (3) kemasan, dan (4) label. Mutu merupakan keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat (Kotler, 1997). Mutu produk menunjukkan kemampuan sebuah produk untuk menjalankan fungsinya (Kotler dan Armstrong, 1995).
Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol atau disain, atau kombinasi dari semuanya ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan dari produk atau jasa pesaing. Konsumen memandang sebuah merek sebagai bagian yang penting dari produk dan pemberian merek dapat menambah nilai produk. Nama merek yang kuat memiliki kesetiaan konsumen yang kuat (Kotler dan Armstrong, 1995).
Kemasan merupakan wadah-kemas atau pembungkus yang dirancang atau diproduksi untuk suatu produk. Fungsi utama kemasan adalah sebagai tempat produk, akan tetapi pada akhir-akhir ini kemasan harus menjalankan banyak fungsi penjualan, mulai dari menarik perhatian hingga mendeskripsikan produk sampai pada membuat penjualan. Kemasan yang dirancang dengan baik, mempunyai kemampuan untuk secara langsung membuat para konsumen mengenal perusahaan atau merek (Kotler dan Armstrong, 1995).
Label adalah bagian dari kemasan dan merupakan informasi tercetak yang memuat keterangan mengenai produk yang bersangkutan, yang tampak pada atau bersatu dengan kemasan. Label mempunyai berbagai fungsi, penjual harus memutuskan label yang mana yang harus digunakan. Label mengidentifikasikan produk atau merek, mendeskripsikan beberapa hal tentang produk, dan mempromosikan produk melalui grafirnya yang menarik (Kotler dan Armstrong, 1995).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dibahas dan disajikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1) Televisi merupakan sumber informasi konsumen untuk mendapatkan shampo antiketombe dan sekaligus sebagai media yang sangat mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli shampo antiketombe.
2) Konsumen menjadikan manfaat fungsional dan harga sebagai pertimbangan awal dalam membeli shampo antiketombe, sementara kecocokan dengan rambut dan kulit kepala menjadi alasan konsumen memilih merek shampo antiketombe favorit.
3) Keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang terdiri dari faktor keluarga, pengetahuan tentang produk, gaya hidup, busa dan sistem distribusi.
4) Konsumen menilai kualitas shampo antiketombe yang dikonsumsi masih buruk atau kurang bisa menghilangkan ketombe. Manfaat khusus yang diharapkan dari shampo antiketombe dianggap biasa saja atau tidak terlalu dirasakan oleh konsumen. Shampo antiketombe yang dikonsumsi dinilai cukup wangi, kental, mereknya terkenal dan kemasan menarik.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diberikan beberapa saran yang perlu kiranya mendapat perhatian dari pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut :
1) Bagi produsen shampo antiketombe yang ingin memperkenalkan produk shampo antiketombe, sebaiknya menggunakan media informasi berupa iklan di televisi.
2) Bagi perusahaan shampo antiketombe, hendaknya lebih bijaksana dalam menetapkan harga sehingga konsumen tetap dapat membeli merek-merek favoritnya.
3) Mengingat bahwa masih banyak konsumen yang belum merasakan kualitas dari shampo antiketombe sebagai pencegah ketombe, maka disarankan supaya produsen meningkatkan manfaat kemampuan menghilangkan ketombe pada shampo antiketombe yang ditawarkan.
4) Melihat bahwa manfaat khusus dari shampo antiketombe masih pada rata-rata atau belum terlalu dirasakan oleh konsumen, maka pihak produsen shampo antiketombe sebaiknya terus melakukan riset-riset dan pengembangan produk untuk memberikan manfaat khusus yang diinginkan konsumen.
3.2 Daftar Pustaka
http//www.PRCM@Pikiran-Rakyat.com
Yahyu, Resna (2007), “Analisis Perilaku Konsumen Wanita dalam Pembelian Shampo Antiketombe di Kotamadya Bogor”.
Tugas ini ditujukan kepada Bpk. Seno Sudarmono Hadi
Jumat, 14 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar