Pages

Jumat, 11 November 2011

Tugas Softskill Pertemuan ke 2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi dan industri membawa dampak bagi kehidupan manusia terutama dunia usaha pada saat ini. Di samping itu banyaknya usaha yang bermunculan baik perusahaan kecil maupun besar berdampak pada persaingan yang ketat antar perusahaan baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Oleh karena itu pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan dalam menghadapi persaingan, pengembangan usaha dan untuk mendapatkan laba, sehingga perusahaan dapat mengembangkan produknya, menetapkan harga, mengadakan promosi dan mendistribusikan barang dengan efektif.
Pada umumnya perusahaan mengalami kesulitan dalam memonitor, memahami dan menganalisis perilaku konsumen secara tepat dan benar, mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dan adanya perbedaan perilaku untuk masing-masing individu. Dengan demikian perusahaan dituntut untuk dapat memantau perubahan¬perubahan perilaku konsumennya, termasuk perilaku konsumen untuk mendapatkan atau memilih produk.
Produk mie instan sebagaimana diketahui adalah salah satu produk makanan cepat saji yang semakin lama semakin banyak digemari masyarakat karena kemudahan dalam hal penyajiannya. Demikian juga bagi kalangan mahasiswa yang sebagian besar berdomisili jauh dari orang tua, produk ini merupakan makanan cepat saji yang biasa dikonsumsi karena harganya yang terjangkau, mudah didapatkan dan sifatnya yang tahan lama. Dengan semakin banyaknya mie instan yang ada di pasaran berarti memberikan keleluasaan bagi konsumen untuk memilih merk yang sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu perlu bagi perusahaan untuk menganalisis perilaku konsumen mie instan untuk mengetahui pola pembeliannya. Dengan banyaknya merk mie instan yang ada di pasaran akan mendorong perusahaan bersaing mendapatkan calon konsumen melalui berbagai strategi yang tepat, misalnya mengubah kemasan, warna, aroma, promosi dan harga. Lebih jauh lagi produsen dalam mendistribusikan produknya ke pasar konsumen berusaha agar produknya dapat diterima sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen.
Keanekaragaman konsumen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari diri konsumen maupun luar konsumen. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen diantaranya adalah faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis.Dari uraian tersebut di atas maka judul penelitian ini adalah: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen Dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Mie Instan Merek Sedaap (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unmer Malang).

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis terhadap keputusan mahasiswa untuk membeli produk mie instan merek sedaap?
2. Dari faktor Budaya, sosial, pribadi, dan psikologis diatas, faktor mana yang berpengaruh dominan terhadap keputusan untuk membeli produk mie instan merek sedaap?

1.3 Landasan Teori
Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam masalah, maka perlu dikemukakan suatu landasan teori yang bersifat ilmiah. Dalam landasan teori ini dikemukakan teori yang ada hubungannya dengan materi-materi yang digunakan dalam pemecahan masalah yaitu teori-teori tentang perilaku konsumen dan keputusan pembelian


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemasaran
Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002:7) memberikan definisi pemasaran adalah:
“ Suatu proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, pewarnaan, dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai dengan orang atau kelompok lain.”
Sedangkan Assauri (1999:4) mendefinisikan pemasaran: “Sebagai usaha menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu serta harga yang tepat dengan promosi dan komunikasi yang tepat.”
Dari definisi di atas menunjukkan bahwa pemasaran merupakan serangkaian prinsip untuk memilih pasar sasaran (target market), mengevaluasi kebutuhan konsumen, mengembangkan barang dan jasa, pemuas keinginan, memberikan nilai kepada konsumen dan laba bagi perusahaan.


2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen, sebab dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan, pendapat, sikap dan selera yang berbeda.
Menurut Kotler (2001:144), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi, psikologis. Sebagian faktor¬faktor tersebut tidak diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor perilaku konsumen tersebut mempengaruhi pembelian konsumen.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Faktor kebudayaan
Kebudayaan merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar untuk mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari lembaga-lembaga penting lainnya. Faktor kebudayaan memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada tingkah laku konsumen. Pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan oleh :
1)Budaya
Budaya adalah kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan tingkah laku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Menurut Kotler dan Amstrong (1997:144) termasuk dalam budaya ini adalah pergeseran budaya serta nilai nilai dalam keluarga.
2)Sub budaya
Sub budaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai terpisah berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang umum. Sub budaya termasuk nasionalitas, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis.
3)Kelas social
Kelas sosial adalah divisi masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan para anggotanya menganut nilai¬nilai, minat dan tingkah laku yang serupa.

b. Faktor sosial
Kelas sosial merupakan Pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Kelas sosial ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain. Dalam beberapa sistem sosial, anggota dari kelas yang berbeda memelihara peran tertentu dan tidak dapat mengubah posisi sosial mereka.
Tingkah laku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, yaitu:
1)Kelompok
Kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama. Beberapa merupakan kelompok primer yang mempunyai interaksi reguler tapi informal-seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan sekerja. Beberapa merupakan kelompok sekunder, yang mempunyai interaksi lebih formal dan kurang reguler. Ini mencakup organisasi seperti kelompok keagamaan, asosiasi profesional dan serikat pekerja.
2)Keluarga
Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan telah diteliti secara mendalam, pemasar tertarik dalam peran dan pengaruh suami, istri dan anak-anak pada pembelian berbagai produk dan jasa.
3)Peran dan status
Peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan dilakukan seseorang menurut orang-orang yang ada disekitarnya. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Orang seringkali memilih produk yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat.

c. Faktor pribadi
Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan. Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu:
1)Umur dan tahap daur hidup
Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi sering kali berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya. Pemasar seringkali menentukan sasaran pasar dalam bentuk tahap daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana pemasaran untuk setiap tahap.
2)Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan bahkan dapat melakukan spesialisasi dalam memasarkan produk menurut kelompok pekerjaan tertentu.
3)Situasi ekonomi
Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat minat. Bila indikator ekonomi menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambi l langkah¬langkah untuk merancang ulang, memposisikan kembali dan mengubah harga produknya.
4)Gaya hidup
Pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam aktivitas (pekerjaan, hobi, berbelanja, olahraga, kegiatan sosial), minat (makanan, mode, keluarga, rekreasi) dan opini yang lebih dari sekedar kelas sosial dan kepribadian seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang secara keseluruhan di dunia.
5)Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian setiap orang jelas mempengaruhi tingkah laku membelinya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan dirinya sendiri. Kepribadian biasanya diuraikan dalam arti sifat-sifat seperti rasa percaya diri, dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan keagresifan. Kepribadian dapat bermanfaat untuk menganalisis tingkah laku konsumen untuk pemilihan produk atau merek tertentu.

d. Faktor psikologis
Faktor psikologis sebagai bagian dari pengaruh lingkungan dimana ia tinggal dan hidup pada waktu sekarang tanpa mengabaikan pengaruh dimasa lampau atau antisipasinya pada waktu yang akan datang. Pilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh faktor psikologi yang penting:
1)Motivasi
Kebutuhan yang cukup untuk mengarahkan seseorang mencari cara untuk memuaskan kebutuhan. Dalam urutan kepentingan, jenjang kebutuhannya adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan pengaktualisasian diri. Mula-mula seseorang mencoba untuk memuaskan kebutuhan yang paling penting. Kalau sudah terpuaskan, kebutuhan itu tidak lagi menjadi motivator dan kemudian orang tersebut akan mencoba memuaskan kebutuhan paling penti ng berikutnya. Misalnya orang yang kelaparan (kebutuhan fisiologis) tidak akan tertarik dengan apa yang terjadi dalam dunia seni (kebutuhan mengaktualisasikan diri), tidak juga pada bagaimana orang lain memandang dirinya atau penghargaan orang lain (kebutuhan sosial atau penghargaan), bahkan tidak tertarik juga pada apakah mereka menghirup udara bersih (kebutuhan rasa aman).
Menurut Engel (2000:285): “Kebutuhan yang diaktifkan akhirnya menjadi diekspresikan dalam perilaku dan pembelian dan konsumsi dalam bentuk dua jenis manfaat yaitu : 1) manfaat utilitarian dan 2) Manfaat hedonik/pengalaman”.
Dalam motif pembelian produk menurut Engel (2000:285) adalah dengan mempertimbangkan dua manfaat yaitu:
“Manfaat utilitarian merupakan atribut produk fungsional yang obyektif. Manfaat hedonik, sebaliknya mencakup respon emosional, kesenangan panca indera, mimpi dan pertimbangan¬pertimbangan estetis”.
2)Persepsi
Persepsi adalah proses yang dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan dan mengintepretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia. Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang tersebut bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi. Orang dapat membentuk persepsi berbeda dari rangsangan yang sama karena 3 macam proses penerimaan indera, yaitu:
a)Perhatian selektif
Kecenderungan bagi manusia untuk menyaring sebagian besar informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa pemasar harus bekerja cukup keras untuk menarik perhatian konsumen.
b)Distorsi selektif
Menguraikan kecenderungan orang untuk meng¬intepretasikan informasi dengan cara yang akan mendukung apa yang telah mereka yakini.
c)Ingatan selektif
Orang cenderung lupa akan sebagian besar hal yang mereka pelajari. Mereka cenderung akan mempertahankan atau mengingat informasi yang mendukung sikap dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif.
3)Pengetahuan
Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari pengalaman. Pentingnya praktik dari teori pengetahuan bagi pemasar adalah mereka dapat membentuk permintaan akan suatu produk dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat, menggunakan petunjuk yang membangkitkan motivasi, dan memberikan peranan positif.

Menurut Kotler (2000:157) menyatakan:
“ Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari pengalaman. Ahli teori pembelajaran mengatakan bahwa kebanyakan tingkah laku manusia dipelajari. Pembelajaran berlangsung melalui saling pengaruh dorongan, rangsangan, petunjuk respon dan pembenaran.”
4)Keyakinan dan sikap
Melalui tindakan dan pembelajaran, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya ini, pada waktunya mempengaruhi tingkah laku membeli. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Keyakinan didasarkan pada pengetahuan yang sebenarnya, pendapat atau kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi atau mungkin tidak.
Pemasaran tertarik pada keyakinan bahwa orang yang merumuskan mengenai produk dan jasa spesifik, karena keyakinan ini menyusun citra produk dan merek yang mempengaruhi tingkah laku membeli yang mempengaruhi tingkah laku membeli. Bila ada sebagian keyakinan yang salah dan menghalangi pembelian, pemasar pasti ingin meluncurkan usaha untuk mengkoreksinya.
Sikap menguraikan evaluasi, perasaan dan kecenderungan dari seseorang terhadap suatu obyek atau ide yang relatif konsisten. Sikap menempatkan orang dalam suatu kerangka pemikiran mengenai menyukai atau tidak menyukai sesuatu mengenai mendekati atau menjauhinya.
Menurut Kotler (2000:157) :
“ Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Keyakinan ini mungkin didasarkan pada pengetahuan sebenarnya, pendapat atau kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi dan mungkin tidak.”

2.3 Peran Konsumen dalam Membeli
Menurut Engel et. Al (2000:31) Keputusan pembelian adalah proses merumuskan berbagai alternatif tindakan guna menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif tertentu untuk melakukan pembelian.
Pemasar perlu mengetahui siapa yang terlibat dalam keputusan membeli dan peran apa yang dimainkan oleh setiap orang untuk banyak produk, cukup mudah untuk mengenali siapa yang mengambil keputusan.
Menurut Engel et. Al (2000:33) beberapa peran dalam keputusan membeli:
a)Pemrakarsa orang yang pertama menyarankan atau mencetuskan gagasan membeli produk atau jasa tertentu.
b)Pemberi pengaruh: orang yang pandangan atau sarannya mempengaruhi keputusan membeli.
c)Pengambil keputusan : orang yang akhirnya membuat keputusan membeli atau sebagian dari itu, apakah akan membeli, apa yang dibeli, bagaimana membelinya atau di mana membeli.
d)Pembeli : orang yang benar-benar melakukan pembelian.
e)Pengguna : orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.
Mengetahui peserta utama proses pembelian dan peran yang mereka mainkan membantu pemasar untuk menyesuaikan program pemasaran.

2.4 Jenis-Jenis Tingkah Laku Keputusan Pembelian
Semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya semakin banyak pertimbangannya untuk membeli. Menurut (Kotler, 2000:160): adapun jenis-jenis tingkah laku membeli konsumen berdasarkan pada derajat keterlibatan dan tingkat perbedaan antara merek, yaitu:
a)tingkah laku membeli yang komplek
b)tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan
c)tingkah laku membeli yang mencari variasi
d)tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan

Penjelasan jenis-jenis tingkah laku tersebut adalah sebagai berikut:
a)Tingkah laku membeli yang kompleks
Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan tinggi konsumen dalam pembelian dan perbedaan besar yang dirasakan diantara merek. Pembeli ini akan melewati proses pembelajaran, pertama mengembangkan keyakinan mengenai produk, kemudian sikap, dan selanjutnya membuat pilihan membeli yang dipikirkan masak¬masak. Pemasar dari produk yang banyak melibatkan peserta harus memahami tingkah laku pengumpulan informasi dan evaluasi dari konsumen yang amat terlibat. Mereka perlu membantu pembeli belajar mengenai atribut kelas produk dan kepentingan relatif masing-masing, dan mengenai apa yang ditawarkan merk tertentu, mungkin dengan menguraikan panjang lebar keunggulan mereka lewat media cetak.
b.Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan
Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek. Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen amat terlibat dalam pembelian barang yang mahal, jarang dibeli dan beresiko tetapi melihat sedikit perbedaan diantara merek.
c.Tingkah laku membeli yang merupakan kebiasaan
Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan terjadi di bawah kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan perbedaan merek yang dirasakan besar. Konsumen tampaknya mempunyai keterlibatan yang rendah dengan kebanyakan produk yang mempunyai harga murah dan sering dibeli. Dalam hal ini, tingkah laku konsumen tidak diteruskan lewat urutan keyakinan – sikap – tingkah laku yang biasa. Konsumen tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai merek mana yang akan dibeli. Sebaliknya, mereka secara pasif menerima informasi ketika menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan pengenalan akan merek bukan keyakinan pada merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap suatu merek; mereka memilih merek karena sudah dikenal. Karena keterlibatan mereka dengan produk tidak tinggi, konsumen mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah membeli. Jadi, proses membeli melibatkan keyakinan merek yang terbentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti dengan tingkah laku membeli, yang mungkin diikuti atau tidak dengan evaluasi.
Karena pembeli tidak memberikan komitmen yang kuat pada suatu merek, pemasar produk yang kurang terlibat pada beberapa perbedaan merek seringkali menggunakan harga dan promosi penjualan untuk merangsang konsumen agar mau mencoba produk.
d.Tingkah laku membeli yang mencari variasi
Konsumen menjalani tingkah laku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang ditandai oleh keterlibatan konsumen rendah, tetapi perbedaan merk dianggap berarti. Dalam kategori produk seperti ini, strategi pemasaran mungkin berbeda untuk merk yang menjadi pemimpin pasar dan untuk merk yang kurang ternama. Perusahaan akan mendorong pencarian variasi dengan menawarkan harga rendah, penawaran khusus, kupon, sampel gratis, dan iklan yang menunjukkan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru.

2.5 Proses Keputusan Membeli
Menurut (Kotler, 2000:204) tahap-tahap yang dilewati pembeli untuk mencapai keputusan membeli melewati lima tahap, yaitu:
1.Pengenalan Masalah
2.Pencarian Informasi
3.Evaluasi alternative
4.Keputusan Membeli
5.Tingkah laku pasca pembelian.

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a.Pengenalan masalah
Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang dii ng in kan.
b.Pencarian informasi
Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari lebih banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, konsumen dapat menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut. Pengaruh relatif dari sumber informasi ini bervariasi menurut produk dan pembeli. Pada umumnya, konsumen menerima sebagian besar informasi mengenai suatu produk dari sumber komersial, yang dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber paling efektif cenderung sumber pribadi. Sumber pribadi tampaknya bahkan lebih penting dalam mempengaruhi pembelian jasa. Sumber komersial biasanya memberitahu pembeli, tetapi sumber pribadi membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli. Misalnya, dokter pada umumnya belajar mengenai obat baru cari sumber komersial, tetapi bertanya kepada dokter lain untuk informasi yang evaluatif.
c.Evaluasi alternatif
Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merk alternatif dalam perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen. Pertama, kita menganggap bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut kebutuhan dan keinginan unik masing-masing. Ketiga, konsumen mungkin akan mengembangkan satu himpunan keyakinan merek mengenai dimana posisi setiap merek pada setiap atribut. Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen sampai pada sikap terhadap merek berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian.
Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadang-kadang konsumen mengambil keputusan membel i sendiri; kadang-kadang mereka bertanya pada teman, petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga untuk memberi saran pembelian.
Pemasar harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana sebenarnya mereka mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka mengetahui proses evaluasi apa yang sedang terjadi, pemasar dapat membuat langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan membeli.

d.Keputusan membeli
Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain mengenai harga, merek yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian.
e.Tingkah laku pasca pembelian
Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk. Bila produk tidak memenuhi harapan, konsumen merasa tidak puas, bila memenuhi harapan konsumen merasa puas, bila melebihi harapan konsumen akan merasa puas.
Konsumen mendasarkan harapan mereka pada informasi yang mereka terima dari penjual, teman dan sumber-sumber yang lain. Bila penjual melebih-lebihkan prestasi produknya, harapan konsumen tidak akan terpenuhi dan hasilnya ketidakpuasan. Semakin besar antara kesenjangan antara harapan dan prestasi, semakin besar ketidakpuasan kosumen. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli harus membuat pernyataan yang jujur mengenai prestasi produknya sehingga pembeli akan puas.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan berikut disampaikan kesimpulan:
1)Dari hasil analisis didapatkan bahwa variabel faktor budaya, sosial, pribadi dan psi kologis secara simultan/bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan (bermakna) terhadap keputusan pembelian produk mie instan merek Sedaap.
2)Variabel psikologis mempunyai pengaruh dominan terhadap keputusan pembelian produk mie instan merk Sedaap.

3.2 Saran
Dari hasil penelitian, analisis dan kesimpulan di atas, berikut beberapa saran yang dapat disampaikan:
1)Mengingat keberadaan mie Sedaap dikalangan mahasiswa FE Unmer Malang mudah didapat, harga terjangkau, iklan, dan kandungan gizi hendaknya kondisi tetap terjaga agar konsumen tidak berpindah ke merek lain. Dengan demikian saluran distribusi perlu di jaga.
2)Karena pengaruh faktor psikologis yang terdiri dari motivasi, persepsi dan pengetahuan menjadi pertimbangan konsumen dalam melakukan keputusan pembelian pada produk mie instant merek Sedaap, maka perusahaan (produsen mie instan merek Sedaap) lebih hati-hati karena dari konsumen yang diteliti yaitu mahasiswa terlihat keputusan beli mereka tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain, daya beli sedang dan kebanyakan belum berpenghasilan sehingga faktor perimbangan harga dan kualitas menjadi pertimbangan tersendiri
3)Dari besarnya nilai koefisien determinasi maupun kontribusi yang diberikan oleh faktor perilaku konsumen terhadap keputusan pembelian menunjukkan bahwa masih diperlukan adanya penelitian lanjutan bagi peneliti lain untuk meneliti variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini, karena munculnya sebuah perilaku pembelian konsumen merupakan akibat dari banyak faktor antara lain marketing mix (produk, harga, promosi dan distribusi), situasional (lingkungan sosial, lingkungan fisik, dampak sementara, dan keadaan sebelumnya).

3.3 Daftar Pustaka
http://chinmi.wordpress.com/2007/07/31/arti-definisi-pengertian-pemasaran-menurut-para-ahli/

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html

Kurniawan, Hery (2006), “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumen dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Produk
Mie Instan Merek Sedaap (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unmer Malang).


Tugas ini ditujukan kepada Bpk. Seno Sudarmono Hadi

Selasa, 08 November 2011

BAB IV - Hasil dan Pembahasan

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Kota Bekasi secara administatif, seluruhnya dapat dikategorikan sebagai kawasan perkotaan, namun secara fungsional sesungguhnya terdapat perbedaan karakteristik antara bagian wilayah kota disebelah utara dan disebelah selatan. Dalam hal ini perbedaan karakteristik tersebut adalah:

1)Bagian wilayah kota disebelah utara, yang selama ini sudah berkembang dengan dominasi kawasan terbangun, intensitas pemanfaatan ruang tinggi, kepadatan penduduk tinggi, dan secara fungsional menunjukkan dominasi kegiatan perkotaan. Dalam kaitannya dengan pengembangan kota di masa yang akan datang, bagian wilayah kota ini memerlukan pemantapan fungsi bagi kegiatan yang akan tetap dipertahankan, pengendalian terhadap kegiatan yang dikhawatirkan akan melampaui daya dukung wilayahnya, intensifikasi pemanfaatan lahan dengan pembangunan vertikal, serta penanganan terhadap berbagai permasalahan fisik dan prasarana dasar perkotaan.

2)Bagian wilayah kota disebelah selatan yang relatif belum berkembang dengan dominasi kawasan tidak terbangun dan kegiatan masih bersifat bukan-perkotaan (perkampungan) serta kepadatan penduduk rendah. Dalam kaitannya dengan pengembangan kota di masa yang akan datang, bagian wilayah kota ini memerlukan pengarahan kegiatan perkotaan secara ekspansif sesuai dengan potensi yang dapat dikembangkan, pengembangan pusat-pusat kegiatan baru untuk mengurangi beban pelayanan pusat kota, serta pengintegrasian pengembangan dengan rencana pemanfaatan ruang wilayah sekitar/ yang berbatasan.

Kota Bekasi merupakan salah satu mitra ibukota negara, khususnya sebagai sentra produksi dengan keberadaan Kawasan Industri berskala internasional yang sangat membutuhkan fasilitas jalan yang mendukung. Hal tersebut diwujudkan dalam terbukanya akses yang luas ke dalam Kota Bekasi melalui Gerbang Tol Mustikajaya, Cibitung, Cikarang Barat dan Cikarang Timur, dimana pada keempat gerbang tol tersebut volume lalu lintas menunjukan peningkatan volume kendaraan yang sangat signifikan.

Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bekasi tahun 2008, panjang jalan di Kota Bekasi adalah 1012,60 km, terdiri dari jalan tol sepanjang 38,50 km, jalan nasional sepanjang 34,40 km, dan jalan kabupaten sepanjang 393,70 km. Sedangkan menurut sistem dan fungsinya jalan arteri primer sepanjang 34,40 km, arteri sekunder sepanjang 3,60 km, kolektor primer sepanjang 360,83 km, kolektor skunder sepanjang 76,65 km, jalan lokal primer sepanjang 261,72 km dan jalan lokal sekunder sepanjang 170,6 km. Jalan negara seluruhnya diaspal sedangkan jalan kabupaten 46,08% diaspal, 27,92% kerikil, dan 26,00% beton. Kondisi jalan negara termasuk sedang, jalan kabupaten 35,76% baik, sedang 37,06%, rusak 27,18%. Adapun rencana peningkatannya adalah jalan dalam kondisi rusak akan ditingkatkan menjadi sedang dengan ruas jalan kondisi sedang akan ditingkatkan menjadi baik.

Keberadaan infrastruktur jalan berbeda antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Pada kecamatan yang terdapat pusat kegiatan ekonomi (industri) maupun pemerintahan, infrastruktur jalan tersedia dengan baik. Sedangkan di kecamatan-kecamatan yang masih didominasi kawasan pertanian, infrastruktur jalan cenderung terbatas dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemerintah Kota Bekasi terus berusaha untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur jalan untuk mendukung perkembangan wilayah Kota Bekasi yang menyeluruh.

Ruas jalan arteri primer yang merupakan jalan antar karuasan membentuk pola linier, membentang pada poros barat-timur yaitu dari Kecamatan Cikarang Timur (batas Kabupaten Karajalang) sampai ke Kecamatan Tambun Selatan (batas Kota Bekasi). Dengan letak yang sejajar dengan jalan tol Jakarta-Cikampek serta adannya jalan industri dan akses tol sebagai ruas arteri sekunder yang berdekatan dengan jalur utama tersebut maka seluruh jalur distribusi utama regional ini terkonsentrasi di bagian tengah Kota Bekasi. Jalan kolektor yang berfungsi sebagai pengumpan (feeder) dari tiap kawasan wilayah Bekasi dengan jalur utama ini membentuk simpul yang berkembang menjadi pusat-pusat kegiatan perekonomian masyarakat yang menyebabkan beban lalulintas poros barat-timur sangat berat dibandingkan ruas jalan lainnya.
Ruas-ruas jalan kolektor primer dan kolektor sekunder yang tersebar di seluruh wilayah Kota Bekasi yang menghubungkan antar kecamatan, desa, kampung dan lingkungan membentuk pola grid (kotak) terutama diwilayah Kota Bekasi sebelah selatan dan tengah. Sedangkan disebelah utara dan timur, pola jaringan jalannya membentuk jalan melingkar yang membentang dari Kecamatan Muara Gembong sampai Kecamatan Kedung Waringin. Pola grid jaringan jalan antar ruas jalan kolektor tersebut membentuk simpul-simpul yang berkembang menjadi sub pusat perekonomian masyarakat menyebabkan beban lalu lintas cukup tinggi pada ruas-ruas jalan kolektor primer sebagai poros utara-tengah dan selatan-tengah yang merupakan akses distribusi utama interregional yang menghubungkan antar karuasan di seluruh wilayah Bekasi, seperti pada ruas jalan Cikarang Utara-Cibarusah, Cibitung-setu, Babelan-Tambun Utara, Tambelang-Cibitung dan Sukatani-Cikarang Utara, seluruh ruas jalan tersebut berada di sebelah barat, utara, selatan, dan tengah wilayah kota Bekasi. Sedangkan akses distribusi utama inter-regional sebagai poros utara-tengah dan tengah selatan di sebelah timur wilayah Bekasi yang dilayani oleh ruas jalan Cibarusah-Cikarang Timur dan ruas jalan Muara Gembong-Kedung Waringin memiliki beban lalu lintas relatif rendah.

Kota Bekasi merupakan salah satu daerah penyangga ibukota negara. Sebagai daerah penyangga, terutama dalam hal pemukiman sangat dibutuhkan fasilitas jalan yang mendukung. Di antaranya adalah jalan tol Cibitung dan Cikarang. Di kedua gerbang tol tersebut volume lalu lintas menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2008, Volume kendaraan meningkat 6,27 % dari tahun sebelumnya. Di sisi lain, Kereta api merupakan sarana angkutan yang banyak digunakan masyarakat Bekasi. Stasiun kereta api yang berlokasi di Kota Bekasi adalah Stasiun Tambun, Cikarang dan Lemahabang. Dari ketiga stasiun tersebut, selama tahun 2008 penumpang kereta api berjumlah 1.228.257 orang, atau naik sebesar 30,97 % dibandingkan tahun 2007.

Keberadaan Kota Bekasi sebagai sentra produksi nasional yang ditujukkan oleh keberadaan Kawasan Industri yang sangat luas menjadikan sistem angkutan barang menjadi perhatian penting pada transportasi Kota Bekasi. Sistem angkutan barang diarahkan hanya melintasi jalan primer dan jalan tol dengan rute untuk angkutan penumpang regional dengan pertimbangan lokasi pergudangan, terminal barang, industri dan pasar. Terdapat banyak permasalahn yang ditemui hal lintasan angkutan barang dan pengawasannya. Di salah satu pihak rute angkutan barang telah disesuaikan dengan kelas jalan tinggi sesuai kekuatan konstruksinya, tetapi angkutan barang masih melewati jalan kelas rendah karena keberadaan sebagian industri di kawasan permukiman dimana distribusi produk dan bahan baku produksi melalui jalan tersebut. Permasalahan lain ialah terdapat beberapa pangkalan angkutan barang di pinggir jalan yang menimbulkan permasalahan lalu lintas dan lingkungan. Selain itu, adanya outlet produksi kawasan industri Kota Bekasi yang terpusat ke Tanjung Priok melalui jalan Tol yang sudah sangat padat menimbulkan beban lalu lintas yang jauh lebih tinggi.

Selasa, 01 November 2011

BAB III - Metodologi Penelitian

3.1 Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah konsumen barang-barang convenience yang berbelanja baik pada retail modern (minimarket, supermarket dan hypermarket) maupun retail tradisional (pasar tradisional) yang berada di wilayah kota Bekasi. Alasan penulis memilih kota Bekasi sebagai objek dalam penelitian ini adalah karena kota Bekasi merupakan salah satu kota yang terdapat di provinsi Jawa Barat, Indonesia, yang berada dalam lingkungan megapolitan Jabodetabek dan menjadi kota besar keempat di Indonesia. Saat ini kota Bekasi berkembang menjadi kawasan sentra industri dan kawasan tempat tinggal kaum urban. Secara geografis kota Bekasi berada pada ketinggian 19 m diatas permukaan laut. Kota ini terletak di sebelah timur Jakarta, berbatasan dengan Jakarta Timur di barat, kabupaten Bekasi di utara dan timur, kabupaten Bogor di selatan, serta kota Depok di sebelah barat daya. Dari total luas wilayahnya, lebih dari 50 % sudah menjadi kawasan efektif perkotaan dengan 90 % telah menjadi kawasan perumahan, 4 % telah menjadi kawasan industri, 3 % telah digunakan untuk perdagangan, dan sisanya untuk bangunan lainnya.

3.2 Pengumpulan Data
3.2.1 Data Primer
Pengambilan data melalui data primer dengan cara menyebarkan kuesioner pada konsumen barang-barang convenience yang berbelanja baik pada retail modern maupun retail tradisional. Pendapat Kasmir (2004) tentang kuesioner yaitu, metode dengan cara mengajukan formulir pertanyaan kepada responden atau konsumen yang diinginkan. Konsumen diminta untuk menjawab setiap pertanyaan sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya tanpa adanya tekanan dari pihak periset. Dalam formulir dijelaskan cara-cara untuk menjawab pertanyaan. Proses pengambilan data dilakukan dengan penarikan sampel dari konsumen barang convenience yang berbelanja baik pada retail modern maupun retail tradisional.

3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian dan informasi dari Biro Pusat Statistik (BPS), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Pemerintah Daerah. Data sekunder dalam penelitian ini berupa perkembangan usaha ritel di Indonesia, baik ritel tradisional maupun ritel modern.


3.3 Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini adalah konsumen barang-barang convinience yang berbelanja di pasar retail tradisional maupun retail modern baik retail kecil dan menengah maupun retail besar, di wilayah Bekasi Jawa Barat. Jumlah penduduk kota Bekasi adalah 2.336.489 jiwa (Hasil SP 2010).
Pemilihan sampel dalam penelitian pendahuluan dilakukan dengan menggunakan purposive sampling, agar hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian. Agar responden yang terpilih memiliki kesamaan persepsi maka perlu diberikan batasan, diantaranya:
1. Responden berada berusia produktif 17 – 55 tahun, dengan asumsi dalam usia produktif, responden memiliki kemampuan dan keputusan sendiri dalam berbelanja.
2. Responden memiliki penghasilan
3. Responden berbelanja rutin di gerai retail kecil, menengah dan besar.
4. Responden berdomilisi di Bekasi Jawa Barat.
Pemilihan sampel dilakukan dengan eksploratori data, serta pengamatan dan interview pendahuluan dengan praktisi dan ahli lain dalam bidang perilaku konsumen dan kependudukan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan konsumen retail dan retail itu sendiri.


3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel perilaku konsumen yang selanjutnya akan dijadikan kriteria bagi konsumen dalam pemilihan tempat belanja. Adapun operasionalisasi kriteria di atas adalah sebagai berikut:
a) Kualitas Barang
Kedalaman, luas dan kualitas keragaman barang merupakan determinan dalam memilih toko dan berlaku pada suatu hypermarket. Pada masa kini banyak toko yang berkembang dengan pesat dalam kemampuan bersaing, karena kemampuan mereka menyusun dan menyajikan ragam barang yang dominan serta menyediakan barang-barang dengan kualitas yang baik dan terjamin.

b) Lokasi
Koefisien korelasi bertanda positif sebesar 0.600 menunjukkan hubungan Lokasi dengan Promosi searah, artinya jika variabel Lokasi pada ritel minimarket diterima baik oleh konsumen maka variabel Promosi semakin baik pula diterima konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Sebaliknya jika variabel Lokasi di ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen maka variabel Promosi pada ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Misalnya, dengan lokasi yang strategis dan promosi yang dapat dipercaya akan menarik konsumen untuk berbelanja pada ritel minimarket tersebut, hal ini dapat membentuk kepuasan konsumen pada ritel minimarket.

c) Kelengkapan Barang
Kelengkapan barang meliputi aneka macam jenis produk yang ditawarkan pihak penjual. Kelengkapan barang yang akan dibeli konsumen merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumen dalam pemilihan tempat belanja. Konsumen akan lebih tertarik untuk berbelanja pada tempat yang menawarkan kelengkapan barang, karena tidak perlu berpindah tempat bila ingin berbelanja dengan bermacam barang.

d) Pelayanan
Koefisien korelasi bertanda positif sebesar 0.596 menunjukkan hubungan Kelengkapan Produk dengan Pelayanan searah, artinya jika variabel Kelengkapan Produk pada ritel minimarket diterima baik oleh konsumen maka variabel Pelayanan semakin baik pula diterima konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Sebaliknya jika variabel Kelengkapan Produk di ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen maka variabel Pelayanan pada ritel minimarket kurang diterima oleh konsumen yang berbelanja pada ritel minimarket. Misalnya, dengan jenis produk yang ditawarkan lengkap dan pelayanan yang cepat akan menarik konsumen untuk berbelanja pada ritel minimarket tersebut, hal ini dapat membentuk kepuasan konsumen pada ritel minimarket.


3.5 Analisis Data
3.5.1 Perancangan Model Hierarki
Dalam tahap ini akan dibuat suatu kerangka hierarki yang dijadikan untuk pengambilan keputusan yang efektif atas permasalahan yang kompleks. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam proses pengambilan keputusan.
Perancangan model hierarki tergantung kepada keputusan yang diambil. Pada tingkat dasar yaitu alternatif-alternatif yang objektif. Dalam penelitian ini alternatifnya adalah retail tradisional dan retail modern. Tingkat berikutnya yaitu kriteria-kriteria sebagai pertimbangan dari alternatif-alternatif. Pada tingkat puncak hanya satu elemen, yaitu tujuan menyeluruh.
Untuk dasar pembuatan kuesioner didapatkan dari AHP itu sendiri, yang merupakan proses pengambilan keputusan dengan memberikan perbandingan berpasangan pada tiap-tiap faktor dan memberikan bobot penilaian untuk preferensi dari tiap-tiap perbandingan.
Menurut Saaty (1993) pada dasarnya, metode Proses Hierarki Analitik ini memecah-mecah suatu situasi yang kompleks, tak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variable ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numeric pada pertimbangan subyektif tentang relative pentingnya setiap variabel, dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Hasil yang diperoleh dari kuesioner, tidak ditampilkan semua dalam penelitian ini karena variabel yang digunakan pada penelitian ini hanya terdiri dari empat variabel yaitu kualitas barang, lokasi, kelengkapan barang, dan pelayanan. Sehingga data yang akan dibahas pada pembahasan disesuaikan dengan variabel yang digunakan.
Dari kuesioner tersebut, responden akan membandingkan antara kolom kiri dan kolom kanan mana yang dianggap lebih penting. Kemudian memberikan tanda () pada kolom yang sesuai untuk penilaian tingkat kepentingan antara masing-masing faktor. Keterangan skor/bobot dalam kuesioner tersebut adalah:
Angka 1 = sama pentingnya: dua hal yang diperbaningkan sama pentingnya
Angka 3 = sedikit (moderate) lebih penting: satu hal yang diperbandingkan sedikit (moderate) lebih penting dibandingkan dengan komponen lainnya.
Angka 5 = Lebih penting: satu hal yang diperbandingkan lebih penting dibandingkan dengan komponen lainnya.
Angka 7 = Sangat lebih penting: satu hal yang diperbandingkan sangat lebih penting dibandingkan dengan komponen lainnya.
Angka 9 = Mutlak lebih penting: satu hal yang diperbandingkan mutlak (extreme) lebih penting dibandingkan dengan komponen lainnya.
Angka 2, 4, 6, 8 menyatakan tingkat kepentingan diantara angka-angka tersebut di atas, misalnya 3 dan 5, merupakan pilihan yang memiliki kualifikasi antara sedikit (moderate) lebih penting dan lebih penting.

3.5.2 Pemrosesan Data
Setelah data diperoleh, maka tahap selanjutnya adalah melakukan pemrosesan data. Kita harus mensistensis atau menyatukan pertimbangan yang dibuat dengan melakukan perbandingan berpasangan untuk mendapatkan peringkat prioritas menyeluruh untuk pengambilan keputusan. Pada tahap ini dilakukan suatu pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan suatu prioritas tiap faktor. Proses pembobotan diolah dengan microsoft excel dengan menggunakan rumus rata-rata geometri seperti di bawah ini:

Keterangan : X1 = responden kesatu
Xn = responden ke- n
N = Jumlah responden

Data numerik digambarkan dalam bentuk matriks, dilakukan normalisasi dengan membagi tiap-tiap entri dengan jumlah nilai kolom pada matriks. Proses sintesis ini akan dihasilkan persentase prioritas atau preferensi untuk tiap-tiap alternatif.

3.5.3 Analisis dan Grafis
Setelah mendapatkan hasil dari sintesis, diketahui nilai prioritas dari tiap-tiap kriteria dan alternatif, tahap selanjutnya yaitu melakukan analisis, untuk mengetahui alternatif bank mana yang paling baik bagi nasabah. Analisis ini juga akan dijelaskan dalam bentuk grafik. Setelah hasil analisis dilakukan, maka selanjutnya memberikan kesimpulan dan saran untuk pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan.

Tugas ini ditujukan kepada Bpk. Prihantoro